Minggu, 26 Oktober 2014

Remember The Rain Chapter 1

Judul: Remember the Rain by Anisa Alifia
Genre: Romance, Hurt&Comfort
Sinopsis: ?

Fanfiksi ini di ambil dari lagu Remember The Rain nya Deluhi. Jadi minna-san, kalau bisa tolong dengerin lagunya dulu yak XD

PS: Alur maju mundur. Dialog italic menandakan flashback. Pergantian waktu ditandai dengan ( *** )

============================
Suasana sore di terminal bus yang ramai, terasa sangat normal hari itu. Bahkan pemandangan dua muda-mudi di depan sebuah bus juga terasa sangat biasa. Tapi tidak dengan apa yang dirasakan oleh kedua orang tersebut. Raut wajah seorang pemuda berperawakan tinggi kurus itu sangat menderita. Seperti begitu sulit melepas kepergian gadisnya.

“Maafkan aku.”
“Kau benar-benar tidak memikirkannya lagi?” Lirih sang pemuda bernama Toshiki.
Gadis di depannya menatap dengan sedih.
“Kau tahu isi hatiku yang sebenarnya.”
“Apa aku sudah tidak punya harapan?”
“Kau tahu aku mencintaimu, Toshi-kun. Tapi..”
Dilihatnya mata gadis itu sudah berkaca-kaca, bulir-bulir bening itu sudah menunggu keluar dari ujung kelopak matanya.

Satu bulir bening mengalir dengan indah di wajah sang gadis.
“Ami-chan.”

Toshiki mengulurkan tangan hendak menghapus butiran bening itu di wajah cantik gadisnya, tetapi tangan sang gadis menggengam kedua tangannya. Seakan tak ingin apa yang akan di lakukan Toshiki bisa menggoyahkan pikirannya.

“Maafkan aku, Toshi-kun”. Suaranya gemetar.
Toshiki menatapnya lirih tanpa bersuara.
“Selamat tinggal.”

Gadis itu berbalik dan memasuki bus yang sebentar lagi berangkat. Toshiki hanya bisa diam menatap kepergian gadis itu. Buliran bening itu juga sebentar lagi keluar dari mata indahnya. Mengerjap cepat, Toshiki memandang langit diatasnya.

Awan-awan itu kelabu. Cukup untuk menggantikan dirinya menangis. Keramaian di terminal bus itu seakan tak terlihat oleh matanya yang sudah berembun. Terpaan angin dingin membuat rambutnya berantakan. Toshiki pun berniat untuk pulang.

***
“Hey, Toshi-kun. Apa yang sedang kau lakukan?”
“Membuat teru-teru bouzo.*1)” Toshiki tetap fokus pada boneka di depannya.
“Heh, buat apa? Kalau ada teru-teru-kun, nanti hujannya berhenti. Aku tidak suka.” Wajah gadis itu mengerucut. Ah, ternyata dia suka hujan.

Tanpa gadis itu sadari, Toshiki melihatnya dengan lembut.
==
Sore itu Ami-chan kembali menyapanya.
“Hey Toshi-kun. Bisa temani aku?”
“Kemana?”
“Toko musik. Aku ingin membeli CD terbaru.” Tatapan memohonnya sungguh manis.
“Hn.” Sebuah jawaban kecil yang membuat wajah Ami sumringah. Itu adalah pertama kalinya gadis itu mengajaknya pergi.
Tak disangka hujan deras menghiasi langit kala itu.
“Wuaah, hujan! Ada hujan!” Ami dan Toshiki berlari ke pinggir toko untuk berteduh.
“Ayo masuk ke dalam, disana lebih hangat.” Ajak Toshi.
Tangan Ami dengan cepat menahan Toshi. Ia melayangkan senyuman kepada pria di depannya.
“Tidak usah, aku bawa payung. Ayo nikmati saja hujannya!”
Lagi-lagi Toshiki memperhatikannya dan tersenyum kecil.
“Kau benar-benar suka hujan ya.”

***
Tanpa disadari, Toshiki berjalan sendiri di jalan yang sama waktu mereka pertama kali pergi berdua. Jalan penuh kenangan yang tak pernah ia lupakan. Bagaimana gadis itu dengan senangnya berbagi payung berdua. Kalau dipikir-pikir, bukankah itu semacam Ai-ai gaza*2) Tapi, ah sudahlah. Sudah terlalu terlambat memikirkan hal itu sekarang.

Ingin sekali ia bilang ‘Hey, aku sedang berjalan di jalan ini, kau ingat?’.

Dengan gontai ia berjalan perlahan menikmati resapan angin menusuk kulitnya. Tak jarang ia tertabrak orang yang lalu-lalang lewat. Nampaknya, kepergian gadis itu benar-benar membuatnya kacau.
“Aku selalu memikirkanmu, kau dengar itu?”

***
Hari itu mereka sudah berjanji untuk pergi ke taman bermain yang baru saja di buka. Tapi memang dasarnya sedang musim hujan, saat menaiki bianglala, hujan kembali mengguyur taman bermain itu.
“Hey hey, Toshi-kun.”
“Apa lagi?”
“Aku suka.”
“Apanya?”
“Hujan.”
“Aku juga.” Timpal Toshi.

Sedikit jeda, lalu satu ucapan manis keluar dari mulut indah Ami.
“To.. Toshi-kun juga.” Semburat merah menghiasi wajah bulat Ami. Mata Toshiki membulat, lalu memberikan senyum terbaiknya pada gadis di sebelahnya.
“Aku juga suka kau.”

***
TES.

Toshiki melihat butiran-butiran bening itu mulai membasahi jendela rumahnya. Sedikit demi sedikit butiran itu semakin banyak. Hujan kali ini pun nampaknya akan deras.

Mengingat hujan, waktu pun seakan terhenti. Kedua matanya kini terpejam. Memori-memori indah bersama gadis pujaannya kini kembali menguar. Sungguh, jika bayangan gadis di depannya benar-benar nyata, ia berharap untuk tidak bangun dari mimpinya.

Mencoba menghilangkan pemikiran bodohnya, Toshiki segera pergi keluar untuk membeli beberapa persediaan makanannya di mini market. Dengan membawa payung besarnya, ia melangkah pergi.

Di jalan, ia melihat sepasang kekasih berbagi payung sambil bercanda. Ah, pikirannya kembali pada Ami-chan. Lagi-lagi otak bodohnya memikirkan gadis itu. Sambil menggelengkan kepalanya ia memejamkan matanya. Bodoh! Kenapa sosok Ami malah muncul dipikirannya?

Membatalkan niatnya, Toshiki berjalan pulang. Di jalan yang ribut, hari ini hujan pun bernyanyi.

***
“Hey, Toshi-kun..” Ami memanggilnya dengan lembut.
“Hn?”
“Bisakah kau menciumku?” Ucapnya malu.
Tu..tumben kau meminta seperti itu.”
“Tidak boleh ya?”
Tentu saja Toshiki pun merasakan hal yang sama. Wajah keduanya kini memerah. Dengan perlahan, tubuh Toshiki dan Ami saling mendekat. Semakin dekat dan kini dirasakannya kecupan lembut mendarat di bibir lembut itu.
“Te..terima kasih.” Ucap Ami sambil tersenyum, wajahnya kian memerah.
Manis, wajah dan bibirnya begitu manis.

***
Entah sudah berapa lama semenjak kepergian Ami, posisi gadis itu di hatinya tetap tidak berubah. Dan entah sudah berapa kali, Toshiki kembali ke tempat-tempat yang pernah mereka datangi berdua. Kini jalan itu, ya! Jalan yang sudah membekas di hatinya.

Setiap hari, setiap waktu, dan setiap tempat ia rasakan seperti hujan. Ia rasakan seperti saat ia bersama gadis itu.

Dan kini ia beranikan diri mengirim e-mail kepada gadis yang dicintainya. E-mail berisi salam sapaan, beserta foto jalan itu. Berharap gadis itu mengingatnya, dan membalas e-mail itu.

***
“Kumohon, maafkan aku.” Paras cantik itu kini diliputi kesedihan.
“Apa tidak ada cara lain? Aku yakin kita bi—”
Gadis itu menggeleng lemah.
“Aku tidak bisa mengecewakan ibuku. Ia sudah sangat berharap kepadaku.” Kini butiran bening itu sudah meluncur dengan indahnya.
“Apa kau tidak mencintaiku?” Lirih Toshi kecewa.
“Tentu saja aku mencintaimu. Tapi semua ini bergantung padaku. Kumohon mengertilah..”
Toshiki membisu, tentu ia mengerti.
“Kurasa, ini saatnya kita menjadi teman. Hanya teman.” Lirih Ami.
Toshiki masih diam, dan kemudian melanjutkan, “Tapi kumohon biarkan aku melepasmu nanti, semoga kau bisa mengubah pikiranmu.”
Ami pun mengangguk lemah. “Maafkan aku.”
“Ini bukan salahmu.”
Toshiki pun beranjak pergi.

***
Hari-hari berganti dengan cepat, mencari musim-musim yang baru. Kini Toshiki sudah bisa menata kembali kehidupannya. Heh, memang tidak ada yang salah dari kehidupannya. Hanya seorang gadis yang mengisi separuh jiwanya pergi dari hidupnya.

Tentu masih ada tempat spesial di hati Toshiki untuk gadis itu. Dan itu tidak akan berubah.

Hari itu seperti biasa Toshiki melihat sekumpulan pos yang di tujukan padanya. Ada satu amplop yang menarik perhatiannya. Amplop bertuliskan nama Ami yang ditujukan kepadanya. Dengan sedikit takut namun antusias, Toshiki membuka tutup amplop tersebut.

Yakin sudah perasaannya selama ini, isi amplop berupa kertas dengan motif warna-warni masuk ke dalam pemandangannya. Undangan pernikahan. Hah, entah kenapa dadanya kini begitu sesak, entahlah.

===
Sehari sebelum pernikahan gadis yang dicintainya, hujan kembali mengguyur kota tempatnya tinggal. Sungguh, hujan benar-benar mempermainkannya. Ingin sekali Toshiki menyalahkan hujan atas apa yang terjadi padanya.

Mengingat hujan, kini hatinya mulai bisa bertahan. Dan jika esok hari benar-benar tidak bisa merubah apapun, jika esok hari semua kenangan ini tersapu habis. Pasti ada sedikit perasaan yang tidak berubah.

Dan dengan begitu, Toshiki memejamkan matanya untuk menyambut esok hari.

===
Pernikahan Ami berjalan dengan khidmat, sosok mungilnya mengenakan baju pengantin putih sungguh cantik di mata Toshiki. Sebelum mengucapkan janji setia, manik coklat Ami tak sengaja bertemu onyx Toshiki. Ami mencelos, ada Toshiki disana. Pemuda itu menatapnya hampa. Mereka seakan meratapi nasib lewat tatapannya.
“...apakah anda bersedia?”
Ami tersentak dan buru-buru menjawab.
“Ya.”

Bulir air mata jatuh dari manik onyx Toshiki dan tanpa di sadari Ami juga melakukan hal yang sama.
Walaupun semua ini berakhir, walaupun mereka tidak di takdirkan bersama. Pasti di hati mereka ada perasaan yang tidak akan hilang.

Kenangan yang berserakan, saat itu seperti kembali terhubung dan kemudian hancur, dan terus berulang. Harapan Toshiki yang tak bisa terkabul, kini tetap tersimpan rapi di hatinya. Ia hanya bisa mengucapkan selamat dan meninggalkan upacara suci itu.

Hari itu kembali hujan, dan Toshiki hanya bisa tersenyum menatap langit yang kecewa.

“Selamat tinggal, semoga berbahagia.”
THE END

Tidak ada komentar:

Posting Komentar