Minggu, 26 Oktober 2014

Raka - Chapter 4

Keadaan malam itu sungguh mencekam untuk Raka dan juga Susan. Susan sangat takut, sampai-sampai ia tak sadar telah melukai tangan Raka yang sedari tadi di pegangnya. Rakapun bertindak sama, dikarenakan takut, ruam di pipi Raka tampak bersinar redup. Sehingga membuat cahaya di dalam kegelapan. Suara langkah seseorang kian mendekat kearah mereka berdua. Melihat Susan yang tidak bisa bergerak lagi, Raka berbisik kepadanya untuk memberikan benda yang dibicarakan dengan ibunya itu.

Susan tak menggubris bisikan Raka, dengan inisiatif, Raka merogoh kantong Susan dan menemukan sebuah tongkat kecil milik ayahnya. “Bagaimana bisa ini ada padanya?” gumam Raka keheranan, tanpa sengaja Raka membuat satu suara yang cukup gaduh. Sontak orang yang di luar kamarnya menoleh dan memperhatikan lemari. Lemari tempatnya bersembunyi, “Sial. Bagaimana ini?” gumam Raka. Orang itu makin dekat dengan pintu lemari. Tangannya sudah mencapai gagang lemari, orang itu bersiap membuka lemari. Dengan segenap keberanian yang Raka punyai, ia membuka lemari dan memukul kepala orang itu dengan tongkatnya. “Ayo Susan. Cepat!” teriak Raka. Susan masih tidak bergeming, sementara penjahat itu masih tersungkur kesakitan, Raka segera menarik tangan Susan dan mengeluarkan Susan keluar jendela. Sesaat sebelum Raka menyusul Susan di luar sana, ia menoleh kearah penjahat itu dan mendapati penjahat itu membuka topeng yang menutupi kepalanya “Apa…! Dia wanita”. Melihat hal itu Raka kaget dan tiba-tiba badannya tak bisa di gerakkan.

“Kau seharusnya tak  melakukan ini loh. Tidak baik anak memukul orang yang lebih tua dengannya” ucap penjahat itu, ia berniat menangkap Raka. Wanita dengan rambut tergerai sampai punggungnya itu mempunyai paras yang cantik. Matanya berkilau indah, hidung dan juga bibirnya terpasang dengan sempurna di tempatnya. Melihatnya saja membuat Raka diam tak bergerak. Ia menghampiri Raka dan membelai wajahnya seraya berkata “Aku tau kau anak baik-baik. Jadi diam dan tontonlah pertunjukan ini ya.” Suaranya membuat Raka makin hilang kendali.

Lama tak menyusul, Susan melihat keadaan Raka dan mendapati ia di tangkap oleh penjahat itu. Susan segera memegang tangan Raka yang menempel di dinding jendela. Segera setelah Susan yakin ia memegang erat tangan Raka, ia berlari sekuat tenaga. Menjauh dari rumah yang telah lama di tinggali oleh Raka dan juga ibunya. Menjauh sejauh yang mereka bisa agar tak tertangkap penjahat itu. dalam pelarian, tubuh Raka berlari. Tapi tidak dengan pikirannya, pikirannya masih tetap kosong. “hey, Raka. Ada apa denganmu?” ucap Susan terengah-engah sambil berlari “Raka..!” Susan berteriak cukup keras di telinga Raka. “Hah. Apa? Ada apa?” “Kenapa kau ini?” “Eh. Susan, aku tidak apa-apa. Ngomong-ngomong kenapa kau terengah-engah. Dan kenapa kita berlari seperti ini?” Susan tidak menjawab pertanyan Raka dan masih berlari. Raka menghentikan langkahnya. Dan Susan langsung menghantamnya dengan tinju yang kuat. Seketika, Raka langsung jatuh tersungkur ke tanah.

“Ada apa kau ini? Kenapa sering sekali menyiksaku seperti ini. Huh!” Raka terlihat marah dengan tindakan Susan barusan. “Ada apa, kenapa?  Sebenarnya kau yang kenapa. ! Kau pikir kau akan selamat dari penjahat itu.? huh ! kalau saja aku terlambat menyelamatkanmu, aku tak tau nasibmu akan seperti apa nantinya. Sudahlah, ayo cepat. Kita harus bisa menjauh sejauh mungkin darinya.”

“Penjahat, kau bicara apa Susan? Aku tak mengerti yang kau bicarakan. Shh. Kepalaku.” Di tengah perdebatan, tiba-tiba kepala Raka sakit bukan main. Rasa sakit yang melebihi tusukan ribuan jarum ke kepalanya. “Kau kenapa Raka? Selalu saja merepotkan seperti ini.” Susan merangkul Raka agar ia bisa berjalan. Mereka melanjutkan perjalanan sampai ia menemukan sebuah rumah. Rumah yang terlihat sangat tua berada di ujung jalan. “Akhirnya kita menemukan tempat istirahat. Bertahanlah Raka, sedikit lagi kita sampai” ucap Susan kepada Raka, yang ia tau pasti, kalau Raka tak dapat menjawab semua ucapannya. Kesadaran Raka hampir hilang karenaa sakit yang dideritanya saat ini.

Susan mengetuk pintu rumah tua itu, dan keluar seorang anak perempuan. Tinggi mereka hampir sama, sekitar 150cm. “Permisi, apakah kami bisa bermalam di sini?. Temanku tak sadarkan diri. Ia perlu istirahat” “Oh. Tentu saja silahkan masuk dan baringkan ia di sofa” jawab anak perempuan itu “Terima kasih. Aku Susan, kau?” “Aku Fika” “Fika.. salam kenal Fika.” Senyuman Susan tercipta sesaat sebelum ia terjatuh dan tertidur.

Fika, gadis berumur 14 tahun itu memiliki tinggi badan sekitar 150cm dan berat badan sekitar 35kg. rambutnya dikuncir kuda. Kuncirannya terlihat sangat rapi. Matanya yang bulat membuat wajahnya terlihat lucu. Ia langsung membenarkan posisi tidur Raka dan juga Susan. Fika menuju kamar mandi dan mengambil kotak obat. Dengan cekatan, ia segera memberikan obat untuk Raka. Sementara ia menyelimuti Susan dengan sebotol air panas yang di letakkan di atas perutnya

“Aku pulang.” Ucap anak laki-laki yang memasuki rumah. “Kakak sudah pulang rupanya.” “Ya begitulah. Siapa mereka Fika.” “Mereka anak yang tersesat kak. Gadis itu bilang kalau anak laki-laki itu sakit dan butuh istirahat.” “Begitu ya. Baiklah, mereka aku serahkan padamu ya” “Hmm. Baik kak” senyuman Fika menutupi perbincangan antara ia dengan kakaknya. “Nah untuk sementara kalian tinggalah disini.” Ucap Fika sambil menyelimuti Raka

TO BE CONTINUED.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar