Jumat, 31 Oktober 2014
Top 10 Anime Thirler/Horror
Yoowww Konbawa Minna...
Kali Ini mimin mau Share Top Ten Horror Anime. Dan Listnya adalah...
10. Mirai Nikki
Genre : Action, Shounen, Supranatural, Thirller, Horror
Mirai Nikki Bercerita Tentang Amano Yukiteru. Amano Yukiteru Adalah Anak Laki Laki Kelas 2 SMA yang sulit mendapat teman. Karna Kesendirian nya itu dia sering menuliskan diary nya di Hanphone Dan Pada Akhirnya Dia mulai memimpikan teman yang bernama Deus EX Machina, yang sebenarnya adalah Dewa Ruang Dan Waktu Setelah Itu Dia mendapat kemampuan khusus yaitu Membaca Masa Depan yang di kirim melalui diary di ponsel nya, yang di sebut Diary Masa Depan.
MyAnimelist
9. Deadman Wonderland
Genre : Action, Horro, Thriller, Sci-Fi
Bercerita Tentang Ganta, Seorang siswa biasa yang Akhirnya berubah ketika sosok misterius di balut pakaian serba merah menyerang kelas nya dan membantai seluruh kelas, hanya ganta yang selamat namut akibat kejadian itu ganta di tuduh sebagai pelaku nya dan di vonis hukuman mati. lalu dia juga di masukan ke sebuah penjara yang terpencil yaitu Deadman Wonderland.
Orang yang di penjara di Deadman Wonderland Dipaksa untuk melakukan Pertarungan Sampa mati sebagai Hiburan orang banyak
Di Balut Dengan Banyak nya adegan kekerasan dan Terpotong potong nya nggota tubuh.. Anime ini memiliki Rating R-17+
MyAnimelist
8.Hellsing
Genre : Action, Horror, Vampire, Supernatural, Seinen
Bercerita Tentang Vampire Alucard Dan Seorang Polisi Wanita Yang di ubah menjadi Vampire Mereka Tergabung dalam organisasi Anti Vampire yang bernama Hellsing
MyAnimelist
7. Elfen Lied
Genre : Action, Drama, Ecchi, Horror, Romance, Psychological
Bercertita Tentang lucy seorang Diclonius(Manusia Hasil Mutasi) Yang Di bebaskan dari belenggu lab yang menahan nya Lucy mempunyai kemampuan mengendalikan vektor Dan pada saat Melarikan Diri Dari lab dia juga membunuh beberapa penjaga Dengan cara memotong tubuh nya..
MyAnimelist
6. Jigoku Shoujo
Genre : Mystery, Horror, Supernatural, Psychological
Jauh Di Dalam Internet Terdapat Suatu Website yang hanya dapat di Acces pada tengah malam yang Rumornya bernama Jigoku Tsushin, Rumor Mengatakan Jika kau memposting masalah Jogku Shoujo Akan datang Dan menyeret orang yang menyiksamu ke Api Neraka.
MyAimelist
5. Ghost At School
Genre : Mystery, Horror, Supernatural
Bercerita tentang satsuki yang pada masa kecil nya membaca buku tentang sihir dari almarhum ibu nya, dan akhir nya dia dapat melawan hantu dari kekuatan itu
MyAnimelist
4. Jigoku Sensei Nube
Genre : Adventure, Comedy, Horror, Romance, School, Shounen, Supernatural
Bercerita Tentang Nube Seorang guru yang Ceroboh, Santai, Dan baik, dan dia memiliki rahasia di tangan kirinya yaitu tangan monster yang mempunyai kekuatan untuk mengusir dan menghancurkan Roh jahat.
MyAnimelist
3.Another
Genre : Mystery, Horror, School, Thriller
Bercerita Tentang Kouichi Sakakibara Yang baru Pindah ke sekolah baru nya, dia merasakan sesuatu yang menakutkan di dalam kelas nya, Rahasia yang tidak ada seseorang pun yang Mau memberitahunya, di mana Misaki Mei Seseorang yang Cantik Sebagai Pusat nya. Seketika Kouichi Tertarik oleh aura misterius nya misaki.
Setelah Itu Mereka Memulai Petualangan Mysterius dimana teman mereka mati 1 per 1 karena kutukan.
MyAnimelist
2. Corpse Party : Tortured Souls
Genre : Mystery, Horror
Bercerita Tentang Heavenly Host Elementary yang sudah hancur Dengan adanya pembunuhan berantai dan hilang nya beberapa staff guru dan murid nya. Di mana di mulai nya cerita Suatu malam kelompok murid dari Sekolah Kisaragi ( Sekolah Setelah Heavenly Host Hancur ) Bercerita Tentang hantu, Sampai Suatu Ketika Gempa bumi melempar mereka ke Dimensi lain dimana Heavenly Host Elementary Masih ada.
Dan Di mulai lah petualangan penuh Intrik dan Ketegangan Di Dimensi lain tersebut
MyAnimelist
1. Higurashi No Naku Koro ni Series
Genre : Mystery, Horror, Supernatural, Psychological, Thriller
Di mulai Cerita Tentang Maebara Keiichi yang baru pindah ke desa yang sangat tenang Bernama Hinamizawa, dia menghabiskan waktu dengan santai seperti pada anak lain nya bermain bersama teman teman nya, tetapi penampilan dapat menipu, pada suatu hari Keiichi Mengetahui tentang Berita Pembunuhan di Hinamizawa Dari Sinilah Kejadian Mengerikan yang di alami oleh Keiichi di mulai. Dan Dari Sinilah KEiichi Mengetahui Teman Baik nya tidak sebaik dari kelihatan nya..
dan untuk Higurashi Series ini.. mimin bener bener di bikin tegang nonton nya.. dari segi Thriller nya Horror na Sampe Psychology nya..
Kalo masalah Psychology + thriller ini Anime Recommendasi Mimin...
Di jamin kalian tidak akan menduga akhir nya.. Coba lah tonton Sampai Semua Seriesnya..]
Dan juga Mimin Mengucapkan
Happy Halloween
Rabu, 29 Oktober 2014
Dennou Boukenki Webdiver Episode 7 Subtitle Indonesia
Tengok kanan kiri, eh belom ada yang post yah? pertamax dong ( ͡° ͜ʖ ͡°)
Sinopsis:
Berawal dari tahun 2100 dimana dunia kini berkaitan erat dengan jaringan komputer. Anak-anak dari penjuru dunia menjadi Web Diver, menempatkan kesadaran mereka menjadi data dan bermain bersama di dunia hiburan digital bernama Magical Gate. Tiba-tiba,sebuah virus komputer misterius menyerang dan mulai menghancurkan magical gate. Dalam dunia digital ini diciptakanlah Web Knight untuk menyelamatkan anak-anak. Tapi,Virus komputer itu telah merubah Web Knight menjadi jahat. Hanya "Galdion" Web Knight yang tidak terkena virus itu. Gladion meminta bantuan kepada Yuki Kento untuk menyelamatkan anak-anak yang terperangkap.
Berawal dari tahun 2100 dimana dunia kini berkaitan erat dengan jaringan komputer. Anak-anak dari penjuru dunia menjadi Web Diver, menempatkan kesadaran mereka menjadi data dan bermain bersama di dunia hiburan digital bernama Magical Gate. Tiba-tiba,sebuah virus komputer misterius menyerang dan mulai menghancurkan magical gate. Dalam dunia digital ini diciptakanlah Web Knight untuk menyelamatkan anak-anak. Tapi,Virus komputer itu telah merubah Web Knight menjadi jahat. Hanya "Galdion" Web Knight yang tidak terkena virus itu. Gladion meminta bantuan kepada Yuki Kento untuk menyelamatkan anak-anak yang terperangkap.
Staff:
Translator: Shuichi
Timming: Shuichi
Kara: Soreepeong
Encoder: Shuichi
Download Webdiver Subtitle Indonesia
Translator: Shuichi
Timming: Shuichi
Kara: Soreepeong
Encoder: Shuichi
Download Webdiver Subtitle Indonesia
[Kopaja-Fansub] Dennou Boukenki Webdiver Episode 7 [480].mp4
NouCome BD Episode 6 Subtitle Indonesia
Ratu Opp~ eh... yaudah nonton aja
Sinopsis:
Amakusa Kanade adalah murid SMA yang terkena suatu kutukan yang dinamakan "Pilihan Mutlak". Kutukan ini memaksanya untuk memilih dua pilihan kalau pilihan tersebut tidak di laksanakan maka kepalanya akan terasa sakit. Karena pilihan yang muncul aneh-aneh jadi reputasi dia di sekolah menjadi jelek dengan julukan "Lima Tertolak". Suatu hari pilihan yang dia pilih saat pulang sekolah telah mendatangkan wanita misterius yang jatuh dari langit.
Type: BD
Episodes: 10
Status: Finished Airing
Aired: Oct 10, 2013 to Dec 12, 2013
Producers: Diomedea, DAX Production, Sentai FilmworksL, Studio Jack, Mages
Genres: Comedy, Romance, School
Duration: 24 min. per episode
Episodes: 10
Status: Finished Airing
Aired: Oct 10, 2013 to Dec 12, 2013
Producers: Diomedea, DAX Production, Sentai FilmworksL, Studio Jack, Mages
Genres: Comedy, Romance, School
Duration: 24 min. per episode
Subtitle: Indonesia
Size: ± 150Mb
Script: Jalsub
Kara: Subskun
Timming & Typesett: Shuichi
Download NouCome Episode 6 Subtitle Indonesia
Download NouCome Episode 6 Subtitle Indonesia
[Kopaja] NouCome BD Episode 6 [720p][B3C26A9E].mkv
Selasa, 28 Oktober 2014
Yu-Gi-Oh! Arc-V Episode 29 Subtitle Indonesia
Oh iya terjemahan kita menggunakan OCG yah
Translator: Shuichi
Kara: Shuichi
Encoder: Shuichi
Download Yu-Gi-Oh! Arc-V Subtitle Indonesia
[Kopaja-Fansub] Yu-Gi-Oh! Arc-V Episode 29 [720p].mkv
Tusfiles | Aisfile | Solidfiles | Kumpulbagi | Idup | Acefile | Mirrorcreator
Minggu, 26 Oktober 2014
Fanfic Fairy Tail
Fairy Tail by Jojo
Pairs : Gray X Erza
Rate : T +
Genre : Romance, Poetry (?) :v , Tragedy
====♥ FOREVER ♥===
Dua hati memadu kasih
Terhambat batas pernyataan cinta
Gaung kesedihan merasuk ke dalam sukma
Tersesat di kegelapan hidup
Diseret oleh kegelapan hati
Dan akhirnya menangis
"GRAAY!" Teriak seorang wanita. Tubuhnya terkoyak dan bersimbah darah. Diselimuti darah, tidak berbentuk lagi. Tak kuasa menahan luka deritanya. "Pergilah, biar aku yang menghadapinya!"
"Kau bercanda! Dengan luka robek di seluruh tubuhmu itu? Tidak akan kubiarkan!" balas seorang lelaki yang tak kalah parah lukanya. "Kau bisa mati, Erza!"
"Kumohon, Gray. Natsu, Lucy dan Happy sudah berada di genggaman Tuhan sekarang," ucap Erza, tak kuasa membendung airmata yang telah tertahan di pelupuk matanya. "Aku tidak ingin kehilangan dirimu!"
Dan airmata membasahi wajahnya.
Inilah tatkala takdir menutup gerbang
Antara dunia dan akhirat
Menjulurkan tangan, meraih seseorang
Namun bertekuk lutut melihat sang pencabut nyawa
Bersimpuh akan kematian
Kilauan air menghiasi mata
Dan akhirnya menangis.
"Gray, jika salah satu diantara kita haruslah mati, maka biarkanlah aku menebus dosaku!" teriak Erza, berusaha memanggil Gray yang tampak akan menghadapi naga berkepala 3 itu. "Jika aku mati, kelak kita akan bertemu di akhirat nanti! Kumohon, Gray! Kumohon!"
"Lalu aku ditinggal sendiri disini, ditemani kesunyian? Tidak mau, Erza. Jika kau ingin mati, maka aku akan ikut denganmu!" balas Gray, sambil terus mengeluarkan mantra. "Setelah Natsu menghembuskan nafas terakhirnya, dan denyut nadi Lucy berhenti, sementara tubuh Happy hancur ditimpa batu besar, kini kalau aku kehilanganmu.."
"... aku tidak punya siapapun untuk dicintai!"
Ketika rembulan meredupkan cahayanya
Mengadu pada Tuhan
Suara yang mendesak keluar itu
Membuat sang air mengalir diwajahmu
Berdesir dan berkilau
Kau ikut menangis.
"Aku mencintaimu, Erza. Aku ingin terus bersamamu, sampai mautku memisahkan! Jika kau tidak disini maka cinta kita musnah sudah!" ucap Gray keras.
Gray mendekati wanita yang dicintainya itu, kemudian mengelus wajahnya yang penuh dengan luka. Erza memegang lengan Gray yang masih mengelus wajahnya. Dari matanya yang berwarna onyx, keluarlah cairan bening yang memancarkan aura kesedihan dari dalam dirinya.
"Gray, ketika cinta kita tidak berlandaskan ketulusan kedua hati penggunanya, maka kelak di akhirat nanti keduanya akan bermusuhan." ujar Erza, menahan darah yang mengalir di lengannya. Gray melepaskan tangannya.
"Apa maksudmu? Bukankah kita saling mencintai?" tanya Gray heran.
"Jika keduanya mati karena keduanya membuat keputusan yang saling bertolak belakang, maka di akhirat nanti keduanya akan bermusuhan!" jawab Erza, mengusap airmatanya.
Dan airmata mereka mengalir deras.
Ketika sang surya berpaling darimu
Menghapus segala dosamu
Membasuh hatimu dengan embun
Dan membelai ubun-ubunmu.
Maka kembangkanlah sayap-sayapmu
Ubahlah mereka menjadi sebuah mimpi
Dan tersenyumlah.
"Kita akan segera mengakhiri ini, Erza. Aku berjanji." ucap Gray yakin.
"Ki-kita?" ulang Erza. Gray mengangguk, membelai kepala Erza. "Kenapa kau tidak memilih untuk hidup di dunia bersama teman-teman yang lain, Gray?"
"Karena aku akan menepati janjiku, Erza. 'Aku akan terus bersamamu sampai maut memisahkan.' Jadi kita akan menanggung semuanya." ujar Gray tulus, mengulurkan tangannya.
Kau pun tersenyum.
Tangan tangan kecil yang melukis takdir
Saling menggenggam memusnahkan kegelapan
Hidup dan mati terjepit diantara genggaman itu
Mendesak keluar menusuk raga
Namun kekuatan cinta abadi
Mengalahkan semuanya
"Ice make : Prison!" teriak Gray, mengucapkan mantra. Erza mencoba mengganti kostumnya dengan kostum lain. "Erza! Genggam tanganku, lakukanlah tarian peri!" perintah Gray.
"Tarian peri? Apa kau serius, Gray? Sihir itu sihir terlarang!" seru Erza, mencengkram lengan orang yang sangat dicintainya.
"Ini sudah takdir, Erza. Takdir kita menyelamatkan dunia ini!"
Erza menggenggam tangan Gray erat. Sebetulnya sihir tarian peri merenggut dua nyawa penggunanya. Namun ini untuk dunia, untuk menguji ketulusan cinta mereka.
"Ice make : Fairy!" teriak Gray. Tangan kanannya mengeluarkan mantra dan tangan kirinya menggengam tangan Erza. "Erza, tongkatmu!"
Erza mengeluarkan cahaya ungu dari tongkatnya, kemudian kedua cahaya—milik Gray warna biru muda—bersatu dan berubah menjadi warna lavender.
Patung es buatan Gray bergerak, berputar putar layaknya menari dengan anggunnya. Seperti kilat ia mencincang sang naga. Seperti pisau ia memotong komponen-komponen sang naga. Menghapus kenyataan antara monster dan penyihir. Sihir yang terlalu kuat. Sihir yang menggilas bagian bagian dalam tubuh manusia. Sihir yang menyakitkan. Membawa kematian bagi kedua penggunanya.
Jiwa penuh dosa hitam
Jiwa yang penuh kotoran
Merintih dan menangis
Meraung raung kesakitan
Kini memancarkan cahaya cinta
Mulia dan suci.
Kecepatannya yang bagaikan cahaya itu membuat Erza meringis kesakitan. Erza telah menggunakan 3/4 kekuatannya.
"Bertahanlah, Erza. Aku disini bersamamu. Percayakan semuanya padaku. Jika kau masih bersalah di akhirat nanti, maka aku yang akan menanggungnya. Kita akan menyusul Natsu dan Lucy di surga." ucap Gray pasti.
Erza mengangguk lemah. "Rasanya sakit sekali. Kumohon, Gray. Biarkanlah diriku saja yang mati. Aku tidak sanggup me—"
Sebuah ciuman mendarat dengan lembut di bibir Erza yang penuh luka. Badan Erza terasa hangat, dan tarian peri pun berlangsung cepat menghabisi si kepala 3.
"Aku mencintaimu, Erza."
"Aku.. Juga.."
Namun Erza dan Gray merasakan jantung mereka terkoyak. Paru-paru mereka robek. Ginjal mereka tidak berbentuk lagi.
Dalam sekejap, mereka telah dijemput oleh sang pencabut nyawa.
Tarian peri pun berakhir dengan indah. Cahaya yang berwarna lavender itu berubah menjadi butiran salju putih dan bersinar.
Erza dan Gray tergeletak tidak bernyawa. Namun keduanya mengukir senyum di wajah masing masing. Dengan tangan bergenggaman dan saling melengkapi,
dan tidur panjang sepasang kekasih yang setia akan janjinya baru akan dimulai.
Bila matahari mencintai bulan,
Dan bila hitam menyayangi putih,
Biarkanlah aku menjadi pangeranmu
Yang akan membawamu
Menuju dunia dongeng yang indah dan abadi.
- E . N . D-
Pairs : Gray X Erza
Rate : T +
Genre : Romance, Poetry (?) :v , Tragedy
====♥ FOREVER ♥===
Dua hati memadu kasih
Terhambat batas pernyataan cinta
Gaung kesedihan merasuk ke dalam sukma
Tersesat di kegelapan hidup
Diseret oleh kegelapan hati
Dan akhirnya menangis
"GRAAY!" Teriak seorang wanita. Tubuhnya terkoyak dan bersimbah darah. Diselimuti darah, tidak berbentuk lagi. Tak kuasa menahan luka deritanya. "Pergilah, biar aku yang menghadapinya!"
"Kau bercanda! Dengan luka robek di seluruh tubuhmu itu? Tidak akan kubiarkan!" balas seorang lelaki yang tak kalah parah lukanya. "Kau bisa mati, Erza!"
"Kumohon, Gray. Natsu, Lucy dan Happy sudah berada di genggaman Tuhan sekarang," ucap Erza, tak kuasa membendung airmata yang telah tertahan di pelupuk matanya. "Aku tidak ingin kehilangan dirimu!"
Dan airmata membasahi wajahnya.
Inilah tatkala takdir menutup gerbang
Antara dunia dan akhirat
Menjulurkan tangan, meraih seseorang
Namun bertekuk lutut melihat sang pencabut nyawa
Bersimpuh akan kematian
Kilauan air menghiasi mata
Dan akhirnya menangis.
"Gray, jika salah satu diantara kita haruslah mati, maka biarkanlah aku menebus dosaku!" teriak Erza, berusaha memanggil Gray yang tampak akan menghadapi naga berkepala 3 itu. "Jika aku mati, kelak kita akan bertemu di akhirat nanti! Kumohon, Gray! Kumohon!"
"Lalu aku ditinggal sendiri disini, ditemani kesunyian? Tidak mau, Erza. Jika kau ingin mati, maka aku akan ikut denganmu!" balas Gray, sambil terus mengeluarkan mantra. "Setelah Natsu menghembuskan nafas terakhirnya, dan denyut nadi Lucy berhenti, sementara tubuh Happy hancur ditimpa batu besar, kini kalau aku kehilanganmu.."
"... aku tidak punya siapapun untuk dicintai!"
Ketika rembulan meredupkan cahayanya
Mengadu pada Tuhan
Suara yang mendesak keluar itu
Membuat sang air mengalir diwajahmu
Berdesir dan berkilau
Kau ikut menangis.
"Aku mencintaimu, Erza. Aku ingin terus bersamamu, sampai mautku memisahkan! Jika kau tidak disini maka cinta kita musnah sudah!" ucap Gray keras.
Gray mendekati wanita yang dicintainya itu, kemudian mengelus wajahnya yang penuh dengan luka. Erza memegang lengan Gray yang masih mengelus wajahnya. Dari matanya yang berwarna onyx, keluarlah cairan bening yang memancarkan aura kesedihan dari dalam dirinya.
"Gray, ketika cinta kita tidak berlandaskan ketulusan kedua hati penggunanya, maka kelak di akhirat nanti keduanya akan bermusuhan." ujar Erza, menahan darah yang mengalir di lengannya. Gray melepaskan tangannya.
"Apa maksudmu? Bukankah kita saling mencintai?" tanya Gray heran.
"Jika keduanya mati karena keduanya membuat keputusan yang saling bertolak belakang, maka di akhirat nanti keduanya akan bermusuhan!" jawab Erza, mengusap airmatanya.
Dan airmata mereka mengalir deras.
Ketika sang surya berpaling darimu
Menghapus segala dosamu
Membasuh hatimu dengan embun
Dan membelai ubun-ubunmu.
Maka kembangkanlah sayap-sayapmu
Ubahlah mereka menjadi sebuah mimpi
Dan tersenyumlah.
"Kita akan segera mengakhiri ini, Erza. Aku berjanji." ucap Gray yakin.
"Ki-kita?" ulang Erza. Gray mengangguk, membelai kepala Erza. "Kenapa kau tidak memilih untuk hidup di dunia bersama teman-teman yang lain, Gray?"
"Karena aku akan menepati janjiku, Erza. 'Aku akan terus bersamamu sampai maut memisahkan.' Jadi kita akan menanggung semuanya." ujar Gray tulus, mengulurkan tangannya.
Kau pun tersenyum.
Tangan tangan kecil yang melukis takdir
Saling menggenggam memusnahkan kegelapan
Hidup dan mati terjepit diantara genggaman itu
Mendesak keluar menusuk raga
Namun kekuatan cinta abadi
Mengalahkan semuanya
"Ice make : Prison!" teriak Gray, mengucapkan mantra. Erza mencoba mengganti kostumnya dengan kostum lain. "Erza! Genggam tanganku, lakukanlah tarian peri!" perintah Gray.
"Tarian peri? Apa kau serius, Gray? Sihir itu sihir terlarang!" seru Erza, mencengkram lengan orang yang sangat dicintainya.
"Ini sudah takdir, Erza. Takdir kita menyelamatkan dunia ini!"
Erza menggenggam tangan Gray erat. Sebetulnya sihir tarian peri merenggut dua nyawa penggunanya. Namun ini untuk dunia, untuk menguji ketulusan cinta mereka.
"Ice make : Fairy!" teriak Gray. Tangan kanannya mengeluarkan mantra dan tangan kirinya menggengam tangan Erza. "Erza, tongkatmu!"
Erza mengeluarkan cahaya ungu dari tongkatnya, kemudian kedua cahaya—milik Gray warna biru muda—bersatu dan berubah menjadi warna lavender.
Patung es buatan Gray bergerak, berputar putar layaknya menari dengan anggunnya. Seperti kilat ia mencincang sang naga. Seperti pisau ia memotong komponen-komponen sang naga. Menghapus kenyataan antara monster dan penyihir. Sihir yang terlalu kuat. Sihir yang menggilas bagian bagian dalam tubuh manusia. Sihir yang menyakitkan. Membawa kematian bagi kedua penggunanya.
Jiwa penuh dosa hitam
Jiwa yang penuh kotoran
Merintih dan menangis
Meraung raung kesakitan
Kini memancarkan cahaya cinta
Mulia dan suci.
Kecepatannya yang bagaikan cahaya itu membuat Erza meringis kesakitan. Erza telah menggunakan 3/4 kekuatannya.
"Bertahanlah, Erza. Aku disini bersamamu. Percayakan semuanya padaku. Jika kau masih bersalah di akhirat nanti, maka aku yang akan menanggungnya. Kita akan menyusul Natsu dan Lucy di surga." ucap Gray pasti.
Erza mengangguk lemah. "Rasanya sakit sekali. Kumohon, Gray. Biarkanlah diriku saja yang mati. Aku tidak sanggup me—"
Sebuah ciuman mendarat dengan lembut di bibir Erza yang penuh luka. Badan Erza terasa hangat, dan tarian peri pun berlangsung cepat menghabisi si kepala 3.
"Aku mencintaimu, Erza."
"Aku.. Juga.."
Namun Erza dan Gray merasakan jantung mereka terkoyak. Paru-paru mereka robek. Ginjal mereka tidak berbentuk lagi.
Dalam sekejap, mereka telah dijemput oleh sang pencabut nyawa.
Tarian peri pun berakhir dengan indah. Cahaya yang berwarna lavender itu berubah menjadi butiran salju putih dan bersinar.
Erza dan Gray tergeletak tidak bernyawa. Namun keduanya mengukir senyum di wajah masing masing. Dengan tangan bergenggaman dan saling melengkapi,
dan tidur panjang sepasang kekasih yang setia akan janjinya baru akan dimulai.
Bila matahari mencintai bulan,
Dan bila hitam menyayangi putih,
Biarkanlah aku menjadi pangeranmu
Yang akan membawamu
Menuju dunia dongeng yang indah dan abadi.
- E . N . D-
Raka - Chapter 4
Keadaan malam itu sungguh mencekam untuk Raka dan juga Susan. Susan sangat takut, sampai-sampai ia tak sadar telah melukai tangan Raka yang sedari tadi di pegangnya. Rakapun bertindak sama, dikarenakan takut, ruam di pipi Raka tampak bersinar redup. Sehingga membuat cahaya di dalam kegelapan. Suara langkah seseorang kian mendekat kearah mereka berdua. Melihat Susan yang tidak bisa bergerak lagi, Raka berbisik kepadanya untuk memberikan benda yang dibicarakan dengan ibunya itu.
Susan tak menggubris bisikan Raka, dengan inisiatif, Raka merogoh kantong Susan dan menemukan sebuah tongkat kecil milik ayahnya. “Bagaimana bisa ini ada padanya?” gumam Raka keheranan, tanpa sengaja Raka membuat satu suara yang cukup gaduh. Sontak orang yang di luar kamarnya menoleh dan memperhatikan lemari. Lemari tempatnya bersembunyi, “Sial. Bagaimana ini?” gumam Raka. Orang itu makin dekat dengan pintu lemari. Tangannya sudah mencapai gagang lemari, orang itu bersiap membuka lemari. Dengan segenap keberanian yang Raka punyai, ia membuka lemari dan memukul kepala orang itu dengan tongkatnya. “Ayo Susan. Cepat!” teriak Raka. Susan masih tidak bergeming, sementara penjahat itu masih tersungkur kesakitan, Raka segera menarik tangan Susan dan mengeluarkan Susan keluar jendela. Sesaat sebelum Raka menyusul Susan di luar sana, ia menoleh kearah penjahat itu dan mendapati penjahat itu membuka topeng yang menutupi kepalanya “Apa…! Dia wanita”. Melihat hal itu Raka kaget dan tiba-tiba badannya tak bisa di gerakkan.
“Kau seharusnya tak melakukan ini loh. Tidak baik anak memukul orang yang lebih tua dengannya” ucap penjahat itu, ia berniat menangkap Raka. Wanita dengan rambut tergerai sampai punggungnya itu mempunyai paras yang cantik. Matanya berkilau indah, hidung dan juga bibirnya terpasang dengan sempurna di tempatnya. Melihatnya saja membuat Raka diam tak bergerak. Ia menghampiri Raka dan membelai wajahnya seraya berkata “Aku tau kau anak baik-baik. Jadi diam dan tontonlah pertunjukan ini ya.” Suaranya membuat Raka makin hilang kendali.
Lama tak menyusul, Susan melihat keadaan Raka dan mendapati ia di tangkap oleh penjahat itu. Susan segera memegang tangan Raka yang menempel di dinding jendela. Segera setelah Susan yakin ia memegang erat tangan Raka, ia berlari sekuat tenaga. Menjauh dari rumah yang telah lama di tinggali oleh Raka dan juga ibunya. Menjauh sejauh yang mereka bisa agar tak tertangkap penjahat itu. dalam pelarian, tubuh Raka berlari. Tapi tidak dengan pikirannya, pikirannya masih tetap kosong. “hey, Raka. Ada apa denganmu?” ucap Susan terengah-engah sambil berlari “Raka..!” Susan berteriak cukup keras di telinga Raka. “Hah. Apa? Ada apa?” “Kenapa kau ini?” “Eh. Susan, aku tidak apa-apa. Ngomong-ngomong kenapa kau terengah-engah. Dan kenapa kita berlari seperti ini?” Susan tidak menjawab pertanyan Raka dan masih berlari. Raka menghentikan langkahnya. Dan Susan langsung menghantamnya dengan tinju yang kuat. Seketika, Raka langsung jatuh tersungkur ke tanah.
“Ada apa kau ini? Kenapa sering sekali menyiksaku seperti ini. Huh!” Raka terlihat marah dengan tindakan Susan barusan. “Ada apa, kenapa? Sebenarnya kau yang kenapa. ! Kau pikir kau akan selamat dari penjahat itu.? huh ! kalau saja aku terlambat menyelamatkanmu, aku tak tau nasibmu akan seperti apa nantinya. Sudahlah, ayo cepat. Kita harus bisa menjauh sejauh mungkin darinya.”
“Penjahat, kau bicara apa Susan? Aku tak mengerti yang kau bicarakan. Shh. Kepalaku.” Di tengah perdebatan, tiba-tiba kepala Raka sakit bukan main. Rasa sakit yang melebihi tusukan ribuan jarum ke kepalanya. “Kau kenapa Raka? Selalu saja merepotkan seperti ini.” Susan merangkul Raka agar ia bisa berjalan. Mereka melanjutkan perjalanan sampai ia menemukan sebuah rumah. Rumah yang terlihat sangat tua berada di ujung jalan. “Akhirnya kita menemukan tempat istirahat. Bertahanlah Raka, sedikit lagi kita sampai” ucap Susan kepada Raka, yang ia tau pasti, kalau Raka tak dapat menjawab semua ucapannya. Kesadaran Raka hampir hilang karenaa sakit yang dideritanya saat ini.
Susan mengetuk pintu rumah tua itu, dan keluar seorang anak perempuan. Tinggi mereka hampir sama, sekitar 150cm. “Permisi, apakah kami bisa bermalam di sini?. Temanku tak sadarkan diri. Ia perlu istirahat” “Oh. Tentu saja silahkan masuk dan baringkan ia di sofa” jawab anak perempuan itu “Terima kasih. Aku Susan, kau?” “Aku Fika” “Fika.. salam kenal Fika.” Senyuman Susan tercipta sesaat sebelum ia terjatuh dan tertidur.
Fika, gadis berumur 14 tahun itu memiliki tinggi badan sekitar 150cm dan berat badan sekitar 35kg. rambutnya dikuncir kuda. Kuncirannya terlihat sangat rapi. Matanya yang bulat membuat wajahnya terlihat lucu. Ia langsung membenarkan posisi tidur Raka dan juga Susan. Fika menuju kamar mandi dan mengambil kotak obat. Dengan cekatan, ia segera memberikan obat untuk Raka. Sementara ia menyelimuti Susan dengan sebotol air panas yang di letakkan di atas perutnya
“Aku pulang.” Ucap anak laki-laki yang memasuki rumah. “Kakak sudah pulang rupanya.” “Ya begitulah. Siapa mereka Fika.” “Mereka anak yang tersesat kak. Gadis itu bilang kalau anak laki-laki itu sakit dan butuh istirahat.” “Begitu ya. Baiklah, mereka aku serahkan padamu ya” “Hmm. Baik kak” senyuman Fika menutupi perbincangan antara ia dengan kakaknya. “Nah untuk sementara kalian tinggalah disini.” Ucap Fika sambil menyelimuti Raka
TO BE CONTINUED.
Susan tak menggubris bisikan Raka, dengan inisiatif, Raka merogoh kantong Susan dan menemukan sebuah tongkat kecil milik ayahnya. “Bagaimana bisa ini ada padanya?” gumam Raka keheranan, tanpa sengaja Raka membuat satu suara yang cukup gaduh. Sontak orang yang di luar kamarnya menoleh dan memperhatikan lemari. Lemari tempatnya bersembunyi, “Sial. Bagaimana ini?” gumam Raka. Orang itu makin dekat dengan pintu lemari. Tangannya sudah mencapai gagang lemari, orang itu bersiap membuka lemari. Dengan segenap keberanian yang Raka punyai, ia membuka lemari dan memukul kepala orang itu dengan tongkatnya. “Ayo Susan. Cepat!” teriak Raka. Susan masih tidak bergeming, sementara penjahat itu masih tersungkur kesakitan, Raka segera menarik tangan Susan dan mengeluarkan Susan keluar jendela. Sesaat sebelum Raka menyusul Susan di luar sana, ia menoleh kearah penjahat itu dan mendapati penjahat itu membuka topeng yang menutupi kepalanya “Apa…! Dia wanita”. Melihat hal itu Raka kaget dan tiba-tiba badannya tak bisa di gerakkan.
“Kau seharusnya tak melakukan ini loh. Tidak baik anak memukul orang yang lebih tua dengannya” ucap penjahat itu, ia berniat menangkap Raka. Wanita dengan rambut tergerai sampai punggungnya itu mempunyai paras yang cantik. Matanya berkilau indah, hidung dan juga bibirnya terpasang dengan sempurna di tempatnya. Melihatnya saja membuat Raka diam tak bergerak. Ia menghampiri Raka dan membelai wajahnya seraya berkata “Aku tau kau anak baik-baik. Jadi diam dan tontonlah pertunjukan ini ya.” Suaranya membuat Raka makin hilang kendali.
Lama tak menyusul, Susan melihat keadaan Raka dan mendapati ia di tangkap oleh penjahat itu. Susan segera memegang tangan Raka yang menempel di dinding jendela. Segera setelah Susan yakin ia memegang erat tangan Raka, ia berlari sekuat tenaga. Menjauh dari rumah yang telah lama di tinggali oleh Raka dan juga ibunya. Menjauh sejauh yang mereka bisa agar tak tertangkap penjahat itu. dalam pelarian, tubuh Raka berlari. Tapi tidak dengan pikirannya, pikirannya masih tetap kosong. “hey, Raka. Ada apa denganmu?” ucap Susan terengah-engah sambil berlari “Raka..!” Susan berteriak cukup keras di telinga Raka. “Hah. Apa? Ada apa?” “Kenapa kau ini?” “Eh. Susan, aku tidak apa-apa. Ngomong-ngomong kenapa kau terengah-engah. Dan kenapa kita berlari seperti ini?” Susan tidak menjawab pertanyan Raka dan masih berlari. Raka menghentikan langkahnya. Dan Susan langsung menghantamnya dengan tinju yang kuat. Seketika, Raka langsung jatuh tersungkur ke tanah.
“Ada apa kau ini? Kenapa sering sekali menyiksaku seperti ini. Huh!” Raka terlihat marah dengan tindakan Susan barusan. “Ada apa, kenapa? Sebenarnya kau yang kenapa. ! Kau pikir kau akan selamat dari penjahat itu.? huh ! kalau saja aku terlambat menyelamatkanmu, aku tak tau nasibmu akan seperti apa nantinya. Sudahlah, ayo cepat. Kita harus bisa menjauh sejauh mungkin darinya.”
“Penjahat, kau bicara apa Susan? Aku tak mengerti yang kau bicarakan. Shh. Kepalaku.” Di tengah perdebatan, tiba-tiba kepala Raka sakit bukan main. Rasa sakit yang melebihi tusukan ribuan jarum ke kepalanya. “Kau kenapa Raka? Selalu saja merepotkan seperti ini.” Susan merangkul Raka agar ia bisa berjalan. Mereka melanjutkan perjalanan sampai ia menemukan sebuah rumah. Rumah yang terlihat sangat tua berada di ujung jalan. “Akhirnya kita menemukan tempat istirahat. Bertahanlah Raka, sedikit lagi kita sampai” ucap Susan kepada Raka, yang ia tau pasti, kalau Raka tak dapat menjawab semua ucapannya. Kesadaran Raka hampir hilang karenaa sakit yang dideritanya saat ini.
Susan mengetuk pintu rumah tua itu, dan keluar seorang anak perempuan. Tinggi mereka hampir sama, sekitar 150cm. “Permisi, apakah kami bisa bermalam di sini?. Temanku tak sadarkan diri. Ia perlu istirahat” “Oh. Tentu saja silahkan masuk dan baringkan ia di sofa” jawab anak perempuan itu “Terima kasih. Aku Susan, kau?” “Aku Fika” “Fika.. salam kenal Fika.” Senyuman Susan tercipta sesaat sebelum ia terjatuh dan tertidur.
Fika, gadis berumur 14 tahun itu memiliki tinggi badan sekitar 150cm dan berat badan sekitar 35kg. rambutnya dikuncir kuda. Kuncirannya terlihat sangat rapi. Matanya yang bulat membuat wajahnya terlihat lucu. Ia langsung membenarkan posisi tidur Raka dan juga Susan. Fika menuju kamar mandi dan mengambil kotak obat. Dengan cekatan, ia segera memberikan obat untuk Raka. Sementara ia menyelimuti Susan dengan sebotol air panas yang di letakkan di atas perutnya
“Aku pulang.” Ucap anak laki-laki yang memasuki rumah. “Kakak sudah pulang rupanya.” “Ya begitulah. Siapa mereka Fika.” “Mereka anak yang tersesat kak. Gadis itu bilang kalau anak laki-laki itu sakit dan butuh istirahat.” “Begitu ya. Baiklah, mereka aku serahkan padamu ya” “Hmm. Baik kak” senyuman Fika menutupi perbincangan antara ia dengan kakaknya. “Nah untuk sementara kalian tinggalah disini.” Ucap Fika sambil menyelimuti Raka
TO BE CONTINUED.
Nante Ne~ Chapter 2
Lonceng sekolah berbunyi, tanda kelas telah dimulai. Seakan tak peduli, pagi itu aku merenung di ruang kelas. “Tuhkan bener... mana mungkin si Lisa suka sama gua” Wajah sedihku mengotori jendela kelas yang baru dibersihkan dengan linangan air mata. Seakan seperti sebuah ketidak beruntungan, aku melihat seseorang yang tak ingin kulihat dari jendela koridor yang mengarah ke lapangan sekolah tersebut. Pagi itu aku melihat seseorang yang setiap paginya dikerumuni oleh para murid perempuan di lapangan saat kedatangannya ke sekolah. Ialah sahabatku sendiri, Neal. Sebenarnya aku tak terlalu mempermasalahkan kepopulerannya ini, namun untuk pagi ini sangat tak bisa kuterima. Apalagi setelah pernyataan dari orang yang sangat berarti bagiku kalau dia menyukai sahabatku tersebut. Dialah teman masa kecilku, Lisa. Waktupun berlalu, seakan tidak peduli pada hal lainnya, aku sampai tak memperhatikan kalau teman masa kecilku itu berlari menuju sahabatku tersebut. “ah mulai males dah gua, mau ngapain lagi si Li-“ seketika gumaman kesalku terhentidan berubah menjadi tawa saat kulihat Lisa tak sengaja jatuh di depan Neal dan kerumunan banyak orang “wakaka ada-ada aja si Lisa” Tawaku yang hanya separuh hati. Tanpa sadar kutabrakkan wajahku ke kaca jendela koridor tersebut karena begitu kagetnya saat kulihat Lisa memberikan sebuah kotakdengan penuh hiasan pita ke cowok satu itu. “Eh? si Lisa udah berani ngasih hadiah ke si Neal? Segitu sukanya kah dia sama si Neal?” Gumaman kesalku yang kuluapkan sambil memukul kaca jendela. Tak peduli meskipun orang-orang disekelilingku menatapku dengan pandangan aneh dan takut.
Setelah itu, aku pun masuk ke kelas sambil tidur-tidur galau di meja. Tiba-tiba si cowok populer itu, alias sahabatku sendiri itu datang menghampiriku sambil membawa kotak hadiah pemberian Lisa tersebut. “Oi Van, aku dikasih hadiah sama cewek nih, aku harus ngapain nih?” Tanyanya gelisah “Ciee dikasih hadiah, selamat ya” kujawab dengan nada malas “Lah kok gitu si kamu Van? Ayo dong bantuin aku!” Sambil digoyang-goyangnya badanku “Ah apaan sih lo, orang lagi pengen istirahat juga” Keluhku “Ayolah! sebentar doang kok” rengekannya sangat mengangguku “Ah lo... yaudah kenapa emang? Tumben-tumbenan lo gelisah begini?” tanyaku bingung “Iyalah aku gelisah begini... ini dari cewek populer di sekolah coy, kakak kelas lagi” Pernyatannya membuatku sangat kesal, namun kutahan sambil mengepal tangan dengan keras “Yaudah kenapa kagak lo buka aja?” Saranku supaya dia cepat diam lalu pergi “Gak! Mana bisa langsung dibuka!” Jawabnya sangat keras yang sontak membuatku kaget “Yaudah terus mau lo apain? Lo pake selfie?”Ledekku “Ya kagaklah! Tapi kan... ini hadiah pertama aku dari cewek Van, masa langsung dibuka gitu aja” Gumamnya mengeluh “Yaudah lo taruh aja di museum sana!” Jawabku mulai kesal. “Yaudah deh, iye gua buka dah” Gumam keluhnya. Ketika itu juga Neal membuka kotak hadiahnya, dan melihat sebuah pita hitam di dalamnya “Ah cuma pita doang toh... palingan kode mau ngajakin ke pesta” Kataku sambil memasang wajah cemberut. Tapi, entah mengapa wajah ketakutan terpancar dari wajah sahabatku itu, ia terlihat sangat shock... badannya yang gemetar dan mengeluarkan keringat dingin membuatku tak mengerti dan bertanya-tanya ‘Sebenarnya ada apa ini?apa yang sedang terjadi?’
Setelah itu, aku pun masuk ke kelas sambil tidur-tidur galau di meja. Tiba-tiba si cowok populer itu, alias sahabatku sendiri itu datang menghampiriku sambil membawa kotak hadiah pemberian Lisa tersebut. “Oi Van, aku dikasih hadiah sama cewek nih, aku harus ngapain nih?” Tanyanya gelisah “Ciee dikasih hadiah, selamat ya” kujawab dengan nada malas “Lah kok gitu si kamu Van? Ayo dong bantuin aku!” Sambil digoyang-goyangnya badanku “Ah apaan sih lo, orang lagi pengen istirahat juga” Keluhku “Ayolah! sebentar doang kok” rengekannya sangat mengangguku “Ah lo... yaudah kenapa emang? Tumben-tumbenan lo gelisah begini?” tanyaku bingung “Iyalah aku gelisah begini... ini dari cewek populer di sekolah coy, kakak kelas lagi” Pernyatannya membuatku sangat kesal, namun kutahan sambil mengepal tangan dengan keras “Yaudah kenapa kagak lo buka aja?” Saranku supaya dia cepat diam lalu pergi “Gak! Mana bisa langsung dibuka!” Jawabnya sangat keras yang sontak membuatku kaget “Yaudah terus mau lo apain? Lo pake selfie?”Ledekku “Ya kagaklah! Tapi kan... ini hadiah pertama aku dari cewek Van, masa langsung dibuka gitu aja” Gumamnya mengeluh “Yaudah lo taruh aja di museum sana!” Jawabku mulai kesal. “Yaudah deh, iye gua buka dah” Gumam keluhnya. Ketika itu juga Neal membuka kotak hadiahnya, dan melihat sebuah pita hitam di dalamnya “Ah cuma pita doang toh... palingan kode mau ngajakin ke pesta” Kataku sambil memasang wajah cemberut. Tapi, entah mengapa wajah ketakutan terpancar dari wajah sahabatku itu, ia terlihat sangat shock... badannya yang gemetar dan mengeluarkan keringat dingin membuatku tak mengerti dan bertanya-tanya ‘Sebenarnya ada apa ini?apa yang sedang terjadi?’
Remember The Rain Chapter 1
Judul: Remember the Rain by Anisa Alifia
Genre: Romance, Hurt&Comfort
Sinopsis: ?
Fanfiksi ini di ambil dari lagu Remember The Rain nya Deluhi. Jadi minna-san, kalau bisa tolong dengerin lagunya dulu yak XD
PS: Alur maju mundur. Dialog italic menandakan flashback. Pergantian waktu ditandai dengan ( *** )
============================
Suasana sore di terminal bus yang ramai, terasa sangat normal hari itu. Bahkan pemandangan dua muda-mudi di depan sebuah bus juga terasa sangat biasa. Tapi tidak dengan apa yang dirasakan oleh kedua orang tersebut. Raut wajah seorang pemuda berperawakan tinggi kurus itu sangat menderita. Seperti begitu sulit melepas kepergian gadisnya.
“Maafkan aku.”
“Kau benar-benar tidak memikirkannya lagi?” Lirih sang pemuda bernama Toshiki.
Gadis di depannya menatap dengan sedih.
“Kau tahu isi hatiku yang sebenarnya.”
“Apa aku sudah tidak punya harapan?”
“Kau tahu aku mencintaimu, Toshi-kun. Tapi..”
Dilihatnya mata gadis itu sudah berkaca-kaca, bulir-bulir bening itu sudah menunggu keluar dari ujung kelopak matanya.
Satu bulir bening mengalir dengan indah di wajah sang gadis.
“Ami-chan.”
Toshiki mengulurkan tangan hendak menghapus butiran bening itu di wajah cantik gadisnya, tetapi tangan sang gadis menggengam kedua tangannya. Seakan tak ingin apa yang akan di lakukan Toshiki bisa menggoyahkan pikirannya.
“Maafkan aku, Toshi-kun”. Suaranya gemetar.
Toshiki menatapnya lirih tanpa bersuara.
“Selamat tinggal.”
Gadis itu berbalik dan memasuki bus yang sebentar lagi berangkat. Toshiki hanya bisa diam menatap kepergian gadis itu. Buliran bening itu juga sebentar lagi keluar dari mata indahnya. Mengerjap cepat, Toshiki memandang langit diatasnya.
Awan-awan itu kelabu. Cukup untuk menggantikan dirinya menangis. Keramaian di terminal bus itu seakan tak terlihat oleh matanya yang sudah berembun. Terpaan angin dingin membuat rambutnya berantakan. Toshiki pun berniat untuk pulang.
***
“Hey, Toshi-kun. Apa yang sedang kau lakukan?”
“Membuat teru-teru bouzo.*1)” Toshiki tetap fokus pada boneka di depannya.
“Heh, buat apa? Kalau ada teru-teru-kun, nanti hujannya berhenti. Aku tidak suka.” Wajah gadis itu mengerucut. Ah, ternyata dia suka hujan.
Tanpa gadis itu sadari, Toshiki melihatnya dengan lembut.
==
Sore itu Ami-chan kembali menyapanya.
“Hey Toshi-kun. Bisa temani aku?”
“Kemana?”
“Toko musik. Aku ingin membeli CD terbaru.” Tatapan memohonnya sungguh manis.
“Hn.” Sebuah jawaban kecil yang membuat wajah Ami sumringah. Itu adalah pertama kalinya gadis itu mengajaknya pergi.
Tak disangka hujan deras menghiasi langit kala itu.
“Wuaah, hujan! Ada hujan!” Ami dan Toshiki berlari ke pinggir toko untuk berteduh.
“Ayo masuk ke dalam, disana lebih hangat.” Ajak Toshi.
Tangan Ami dengan cepat menahan Toshi. Ia melayangkan senyuman kepada pria di depannya.
“Tidak usah, aku bawa payung. Ayo nikmati saja hujannya!”
Lagi-lagi Toshiki memperhatikannya dan tersenyum kecil.
“Kau benar-benar suka hujan ya.”
***
Tanpa disadari, Toshiki berjalan sendiri di jalan yang sama waktu mereka pertama kali pergi berdua. Jalan penuh kenangan yang tak pernah ia lupakan. Bagaimana gadis itu dengan senangnya berbagi payung berdua. Kalau dipikir-pikir, bukankah itu semacam Ai-ai gaza*2) Tapi, ah sudahlah. Sudah terlalu terlambat memikirkan hal itu sekarang.
Ingin sekali ia bilang ‘Hey, aku sedang berjalan di jalan ini, kau ingat?’.
Dengan gontai ia berjalan perlahan menikmati resapan angin menusuk kulitnya. Tak jarang ia tertabrak orang yang lalu-lalang lewat. Nampaknya, kepergian gadis itu benar-benar membuatnya kacau.
“Aku selalu memikirkanmu, kau dengar itu?”
***
Hari itu mereka sudah berjanji untuk pergi ke taman bermain yang baru saja di buka. Tapi memang dasarnya sedang musim hujan, saat menaiki bianglala, hujan kembali mengguyur taman bermain itu.
“Hey hey, Toshi-kun.”
“Apa lagi?”
“Aku suka.”
“Apanya?”
“Hujan.”
“Aku juga.” Timpal Toshi.
Sedikit jeda, lalu satu ucapan manis keluar dari mulut indah Ami.
“To.. Toshi-kun juga.” Semburat merah menghiasi wajah bulat Ami. Mata Toshiki membulat, lalu memberikan senyum terbaiknya pada gadis di sebelahnya.
“Aku juga suka kau.”
***
TES.
Toshiki melihat butiran-butiran bening itu mulai membasahi jendela rumahnya. Sedikit demi sedikit butiran itu semakin banyak. Hujan kali ini pun nampaknya akan deras.
Mengingat hujan, waktu pun seakan terhenti. Kedua matanya kini terpejam. Memori-memori indah bersama gadis pujaannya kini kembali menguar. Sungguh, jika bayangan gadis di depannya benar-benar nyata, ia berharap untuk tidak bangun dari mimpinya.
Mencoba menghilangkan pemikiran bodohnya, Toshiki segera pergi keluar untuk membeli beberapa persediaan makanannya di mini market. Dengan membawa payung besarnya, ia melangkah pergi.
Di jalan, ia melihat sepasang kekasih berbagi payung sambil bercanda. Ah, pikirannya kembali pada Ami-chan. Lagi-lagi otak bodohnya memikirkan gadis itu. Sambil menggelengkan kepalanya ia memejamkan matanya. Bodoh! Kenapa sosok Ami malah muncul dipikirannya?
Membatalkan niatnya, Toshiki berjalan pulang. Di jalan yang ribut, hari ini hujan pun bernyanyi.
***
“Hey, Toshi-kun..” Ami memanggilnya dengan lembut.
“Hn?”
“Bisakah kau menciumku?” Ucapnya malu.
“Tu..tumben kau meminta seperti itu.”
“Tidak boleh ya?”
Tentu saja Toshiki pun merasakan hal yang sama. Wajah keduanya kini memerah. Dengan perlahan, tubuh Toshiki dan Ami saling mendekat. Semakin dekat dan kini dirasakannya kecupan lembut mendarat di bibir lembut itu.
“Te..terima kasih.” Ucap Ami sambil tersenyum, wajahnya kian memerah.
Manis, wajah dan bibirnya begitu manis.
***
Entah sudah berapa lama semenjak kepergian Ami, posisi gadis itu di hatinya tetap tidak berubah. Dan entah sudah berapa kali, Toshiki kembali ke tempat-tempat yang pernah mereka datangi berdua. Kini jalan itu, ya! Jalan yang sudah membekas di hatinya.
Setiap hari, setiap waktu, dan setiap tempat ia rasakan seperti hujan. Ia rasakan seperti saat ia bersama gadis itu.
Dan kini ia beranikan diri mengirim e-mail kepada gadis yang dicintainya. E-mail berisi salam sapaan, beserta foto jalan itu. Berharap gadis itu mengingatnya, dan membalas e-mail itu.
***
“Kumohon, maafkan aku.” Paras cantik itu kini diliputi kesedihan.
“Apa tidak ada cara lain? Aku yakin kita bi—”
Gadis itu menggeleng lemah.
“Aku tidak bisa mengecewakan ibuku. Ia sudah sangat berharap kepadaku.” Kini butiran bening itu sudah meluncur dengan indahnya.
“Apa kau tidak mencintaiku?” Lirih Toshi kecewa.
“Tentu saja aku mencintaimu. Tapi semua ini bergantung padaku. Kumohon mengertilah..”
Toshiki membisu, tentu ia mengerti.
“Kurasa, ini saatnya kita menjadi teman. Hanya teman.” Lirih Ami.
Toshiki masih diam, dan kemudian melanjutkan, “Tapi kumohon biarkan aku melepasmu nanti, semoga kau bisa mengubah pikiranmu.”
Ami pun mengangguk lemah. “Maafkan aku.”
“Ini bukan salahmu.”
Toshiki pun beranjak pergi.
***
Hari-hari berganti dengan cepat, mencari musim-musim yang baru. Kini Toshiki sudah bisa menata kembali kehidupannya. Heh, memang tidak ada yang salah dari kehidupannya. Hanya seorang gadis yang mengisi separuh jiwanya pergi dari hidupnya.
Tentu masih ada tempat spesial di hati Toshiki untuk gadis itu. Dan itu tidak akan berubah.
Hari itu seperti biasa Toshiki melihat sekumpulan pos yang di tujukan padanya. Ada satu amplop yang menarik perhatiannya. Amplop bertuliskan nama Ami yang ditujukan kepadanya. Dengan sedikit takut namun antusias, Toshiki membuka tutup amplop tersebut.
Yakin sudah perasaannya selama ini, isi amplop berupa kertas dengan motif warna-warni masuk ke dalam pemandangannya. Undangan pernikahan. Hah, entah kenapa dadanya kini begitu sesak, entahlah.
===
Sehari sebelum pernikahan gadis yang dicintainya, hujan kembali mengguyur kota tempatnya tinggal. Sungguh, hujan benar-benar mempermainkannya. Ingin sekali Toshiki menyalahkan hujan atas apa yang terjadi padanya.
Mengingat hujan, kini hatinya mulai bisa bertahan. Dan jika esok hari benar-benar tidak bisa merubah apapun, jika esok hari semua kenangan ini tersapu habis. Pasti ada sedikit perasaan yang tidak berubah.
Dan dengan begitu, Toshiki memejamkan matanya untuk menyambut esok hari.
===
Pernikahan Ami berjalan dengan khidmat, sosok mungilnya mengenakan baju pengantin putih sungguh cantik di mata Toshiki. Sebelum mengucapkan janji setia, manik coklat Ami tak sengaja bertemu onyx Toshiki. Ami mencelos, ada Toshiki disana. Pemuda itu menatapnya hampa. Mereka seakan meratapi nasib lewat tatapannya.
“...apakah anda bersedia?”
Ami tersentak dan buru-buru menjawab.
“Ya.”
Bulir air mata jatuh dari manik onyx Toshiki dan tanpa di sadari Ami juga melakukan hal yang sama.
Walaupun semua ini berakhir, walaupun mereka tidak di takdirkan bersama. Pasti di hati mereka ada perasaan yang tidak akan hilang.
Kenangan yang berserakan, saat itu seperti kembali terhubung dan kemudian hancur, dan terus berulang. Harapan Toshiki yang tak bisa terkabul, kini tetap tersimpan rapi di hatinya. Ia hanya bisa mengucapkan selamat dan meninggalkan upacara suci itu.
Hari itu kembali hujan, dan Toshiki hanya bisa tersenyum menatap langit yang kecewa.
“Selamat tinggal, semoga berbahagia.”
THE END
Genre: Romance, Hurt&Comfort
Sinopsis: ?
Fanfiksi ini di ambil dari lagu Remember The Rain nya Deluhi. Jadi minna-san, kalau bisa tolong dengerin lagunya dulu yak XD
PS: Alur maju mundur. Dialog italic menandakan flashback. Pergantian waktu ditandai dengan ( *** )
============================
Suasana sore di terminal bus yang ramai, terasa sangat normal hari itu. Bahkan pemandangan dua muda-mudi di depan sebuah bus juga terasa sangat biasa. Tapi tidak dengan apa yang dirasakan oleh kedua orang tersebut. Raut wajah seorang pemuda berperawakan tinggi kurus itu sangat menderita. Seperti begitu sulit melepas kepergian gadisnya.
“Maafkan aku.”
“Kau benar-benar tidak memikirkannya lagi?” Lirih sang pemuda bernama Toshiki.
Gadis di depannya menatap dengan sedih.
“Kau tahu isi hatiku yang sebenarnya.”
“Apa aku sudah tidak punya harapan?”
“Kau tahu aku mencintaimu, Toshi-kun. Tapi..”
Dilihatnya mata gadis itu sudah berkaca-kaca, bulir-bulir bening itu sudah menunggu keluar dari ujung kelopak matanya.
Satu bulir bening mengalir dengan indah di wajah sang gadis.
“Ami-chan.”
Toshiki mengulurkan tangan hendak menghapus butiran bening itu di wajah cantik gadisnya, tetapi tangan sang gadis menggengam kedua tangannya. Seakan tak ingin apa yang akan di lakukan Toshiki bisa menggoyahkan pikirannya.
“Maafkan aku, Toshi-kun”. Suaranya gemetar.
Toshiki menatapnya lirih tanpa bersuara.
“Selamat tinggal.”
Gadis itu berbalik dan memasuki bus yang sebentar lagi berangkat. Toshiki hanya bisa diam menatap kepergian gadis itu. Buliran bening itu juga sebentar lagi keluar dari mata indahnya. Mengerjap cepat, Toshiki memandang langit diatasnya.
Awan-awan itu kelabu. Cukup untuk menggantikan dirinya menangis. Keramaian di terminal bus itu seakan tak terlihat oleh matanya yang sudah berembun. Terpaan angin dingin membuat rambutnya berantakan. Toshiki pun berniat untuk pulang.
***
“Hey, Toshi-kun. Apa yang sedang kau lakukan?”
“Membuat teru-teru bouzo.*1)” Toshiki tetap fokus pada boneka di depannya.
“Heh, buat apa? Kalau ada teru-teru-kun, nanti hujannya berhenti. Aku tidak suka.” Wajah gadis itu mengerucut. Ah, ternyata dia suka hujan.
Tanpa gadis itu sadari, Toshiki melihatnya dengan lembut.
==
Sore itu Ami-chan kembali menyapanya.
“Hey Toshi-kun. Bisa temani aku?”
“Kemana?”
“Toko musik. Aku ingin membeli CD terbaru.” Tatapan memohonnya sungguh manis.
“Hn.” Sebuah jawaban kecil yang membuat wajah Ami sumringah. Itu adalah pertama kalinya gadis itu mengajaknya pergi.
Tak disangka hujan deras menghiasi langit kala itu.
“Wuaah, hujan! Ada hujan!” Ami dan Toshiki berlari ke pinggir toko untuk berteduh.
“Ayo masuk ke dalam, disana lebih hangat.” Ajak Toshi.
Tangan Ami dengan cepat menahan Toshi. Ia melayangkan senyuman kepada pria di depannya.
“Tidak usah, aku bawa payung. Ayo nikmati saja hujannya!”
Lagi-lagi Toshiki memperhatikannya dan tersenyum kecil.
“Kau benar-benar suka hujan ya.”
***
Tanpa disadari, Toshiki berjalan sendiri di jalan yang sama waktu mereka pertama kali pergi berdua. Jalan penuh kenangan yang tak pernah ia lupakan. Bagaimana gadis itu dengan senangnya berbagi payung berdua. Kalau dipikir-pikir, bukankah itu semacam Ai-ai gaza*2) Tapi, ah sudahlah. Sudah terlalu terlambat memikirkan hal itu sekarang.
Ingin sekali ia bilang ‘Hey, aku sedang berjalan di jalan ini, kau ingat?’.
Dengan gontai ia berjalan perlahan menikmati resapan angin menusuk kulitnya. Tak jarang ia tertabrak orang yang lalu-lalang lewat. Nampaknya, kepergian gadis itu benar-benar membuatnya kacau.
“Aku selalu memikirkanmu, kau dengar itu?”
***
Hari itu mereka sudah berjanji untuk pergi ke taman bermain yang baru saja di buka. Tapi memang dasarnya sedang musim hujan, saat menaiki bianglala, hujan kembali mengguyur taman bermain itu.
“Hey hey, Toshi-kun.”
“Apa lagi?”
“Aku suka.”
“Apanya?”
“Hujan.”
“Aku juga.” Timpal Toshi.
Sedikit jeda, lalu satu ucapan manis keluar dari mulut indah Ami.
“To.. Toshi-kun juga.” Semburat merah menghiasi wajah bulat Ami. Mata Toshiki membulat, lalu memberikan senyum terbaiknya pada gadis di sebelahnya.
“Aku juga suka kau.”
***
TES.
Toshiki melihat butiran-butiran bening itu mulai membasahi jendela rumahnya. Sedikit demi sedikit butiran itu semakin banyak. Hujan kali ini pun nampaknya akan deras.
Mengingat hujan, waktu pun seakan terhenti. Kedua matanya kini terpejam. Memori-memori indah bersama gadis pujaannya kini kembali menguar. Sungguh, jika bayangan gadis di depannya benar-benar nyata, ia berharap untuk tidak bangun dari mimpinya.
Mencoba menghilangkan pemikiran bodohnya, Toshiki segera pergi keluar untuk membeli beberapa persediaan makanannya di mini market. Dengan membawa payung besarnya, ia melangkah pergi.
Di jalan, ia melihat sepasang kekasih berbagi payung sambil bercanda. Ah, pikirannya kembali pada Ami-chan. Lagi-lagi otak bodohnya memikirkan gadis itu. Sambil menggelengkan kepalanya ia memejamkan matanya. Bodoh! Kenapa sosok Ami malah muncul dipikirannya?
Membatalkan niatnya, Toshiki berjalan pulang. Di jalan yang ribut, hari ini hujan pun bernyanyi.
***
“Hey, Toshi-kun..” Ami memanggilnya dengan lembut.
“Hn?”
“Bisakah kau menciumku?” Ucapnya malu.
“Tu..tumben kau meminta seperti itu.”
“Tidak boleh ya?”
Tentu saja Toshiki pun merasakan hal yang sama. Wajah keduanya kini memerah. Dengan perlahan, tubuh Toshiki dan Ami saling mendekat. Semakin dekat dan kini dirasakannya kecupan lembut mendarat di bibir lembut itu.
“Te..terima kasih.” Ucap Ami sambil tersenyum, wajahnya kian memerah.
Manis, wajah dan bibirnya begitu manis.
***
Entah sudah berapa lama semenjak kepergian Ami, posisi gadis itu di hatinya tetap tidak berubah. Dan entah sudah berapa kali, Toshiki kembali ke tempat-tempat yang pernah mereka datangi berdua. Kini jalan itu, ya! Jalan yang sudah membekas di hatinya.
Setiap hari, setiap waktu, dan setiap tempat ia rasakan seperti hujan. Ia rasakan seperti saat ia bersama gadis itu.
Dan kini ia beranikan diri mengirim e-mail kepada gadis yang dicintainya. E-mail berisi salam sapaan, beserta foto jalan itu. Berharap gadis itu mengingatnya, dan membalas e-mail itu.
***
“Kumohon, maafkan aku.” Paras cantik itu kini diliputi kesedihan.
“Apa tidak ada cara lain? Aku yakin kita bi—”
Gadis itu menggeleng lemah.
“Aku tidak bisa mengecewakan ibuku. Ia sudah sangat berharap kepadaku.” Kini butiran bening itu sudah meluncur dengan indahnya.
“Apa kau tidak mencintaiku?” Lirih Toshi kecewa.
“Tentu saja aku mencintaimu. Tapi semua ini bergantung padaku. Kumohon mengertilah..”
Toshiki membisu, tentu ia mengerti.
“Kurasa, ini saatnya kita menjadi teman. Hanya teman.” Lirih Ami.
Toshiki masih diam, dan kemudian melanjutkan, “Tapi kumohon biarkan aku melepasmu nanti, semoga kau bisa mengubah pikiranmu.”
Ami pun mengangguk lemah. “Maafkan aku.”
“Ini bukan salahmu.”
Toshiki pun beranjak pergi.
***
Hari-hari berganti dengan cepat, mencari musim-musim yang baru. Kini Toshiki sudah bisa menata kembali kehidupannya. Heh, memang tidak ada yang salah dari kehidupannya. Hanya seorang gadis yang mengisi separuh jiwanya pergi dari hidupnya.
Tentu masih ada tempat spesial di hati Toshiki untuk gadis itu. Dan itu tidak akan berubah.
Hari itu seperti biasa Toshiki melihat sekumpulan pos yang di tujukan padanya. Ada satu amplop yang menarik perhatiannya. Amplop bertuliskan nama Ami yang ditujukan kepadanya. Dengan sedikit takut namun antusias, Toshiki membuka tutup amplop tersebut.
Yakin sudah perasaannya selama ini, isi amplop berupa kertas dengan motif warna-warni masuk ke dalam pemandangannya. Undangan pernikahan. Hah, entah kenapa dadanya kini begitu sesak, entahlah.
===
Sehari sebelum pernikahan gadis yang dicintainya, hujan kembali mengguyur kota tempatnya tinggal. Sungguh, hujan benar-benar mempermainkannya. Ingin sekali Toshiki menyalahkan hujan atas apa yang terjadi padanya.
Mengingat hujan, kini hatinya mulai bisa bertahan. Dan jika esok hari benar-benar tidak bisa merubah apapun, jika esok hari semua kenangan ini tersapu habis. Pasti ada sedikit perasaan yang tidak berubah.
Dan dengan begitu, Toshiki memejamkan matanya untuk menyambut esok hari.
===
Pernikahan Ami berjalan dengan khidmat, sosok mungilnya mengenakan baju pengantin putih sungguh cantik di mata Toshiki. Sebelum mengucapkan janji setia, manik coklat Ami tak sengaja bertemu onyx Toshiki. Ami mencelos, ada Toshiki disana. Pemuda itu menatapnya hampa. Mereka seakan meratapi nasib lewat tatapannya.
“...apakah anda bersedia?”
Ami tersentak dan buru-buru menjawab.
“Ya.”
Bulir air mata jatuh dari manik onyx Toshiki dan tanpa di sadari Ami juga melakukan hal yang sama.
Walaupun semua ini berakhir, walaupun mereka tidak di takdirkan bersama. Pasti di hati mereka ada perasaan yang tidak akan hilang.
Kenangan yang berserakan, saat itu seperti kembali terhubung dan kemudian hancur, dan terus berulang. Harapan Toshiki yang tak bisa terkabul, kini tetap tersimpan rapi di hatinya. Ia hanya bisa mengucapkan selamat dan meninggalkan upacara suci itu.
Hari itu kembali hujan, dan Toshiki hanya bisa tersenyum menatap langit yang kecewa.
“Selamat tinggal, semoga berbahagia.”
THE END
Raka - Chapter 3
Tanpa sadar, hari menjelang sore. sementara Susan dan Cindy masih berada di rumah kediaman James. Cindy masih ada di ruang keluarga sambil sesekali melihat keadaan Clara yang belum sadar dari insiden tadi, sedangkan Susan yang terkejut setelah memegang sebuah benda yang membuat ia mengalihkan perhatiannya hanya untuk melihat benda itu.
Raka mulai sadar dari tidurnya. Melihat ada seorang gadis memasuki kamarnya, sontak Raka pun melempar guling yang sedari tadi ada di tangannya. Dan guling itu tepat mengenai sasaran “Hei, sakit tau.” “Sedang apa kau disini?” Tanya Raka bingung. “Sedang apa? Tentu saja merawatmu. Memangnya apa?” dengan nada sedikit marah, Susan mengembalikan guling yang mengenainya itu menuju ke tempat Raka berbaring dan… plakk, suara tamparan Susan sangat keras hingga membuat tanda merah di pipi kanan Raka. “Hey… ada apa denganmu sebenarnya?” “Kau yang ada apa. Sudah kutolong bukannya bilang terima kasih, malah melempar guling. Ngajak berantem?” “Kau pikir aku takut huh!.” Pipi Raka terlihat kemerahan. Bukan karena habis di tampar, tetapi ruam di pipinya yang menyerupai kupu-kupu itu mulai tampak jelas setelah tamparan Susan mengenai pipinya itu.
“Kau membuatku marah . Sekarang aku tidak segan-segan untuk menyakitimu.” raka terlihat serius dengan ucapannya itu. saat ia ingin turun dari kasur. Cindy sudah berada di pintu kamar raka. Iapun segera memeluk raka untuk membuatnya tenang “Sudah raka. Tenanglah.” “Eh… bibi Cindy. Sedang apa bibi disini?” Tanya raka bingung, setelah sekejap melihat bibinya memeluk dan berkata kepadanya. Kemarahan rakapun meredam karena kedatangan cindy.
“Kebetulan bibi ingin berkunjung kemari. Nah kenalkan ini Susan, anak bibi. Dan bibi harap kalian bisa akur ya” sambil tersenyum, Cindy melepaskan pelukannya dari Raka. “Jadi gadis ini anak bibi. Kenapa bibi tidak cerita sebelumnya?” ucap raka datar. “Bibi sengaja ingin membuat surprize buat keponakan bibi ini.” Jawab Cindy sambil membelai kepala Raka dan tersenyum kepadanya.
“Bibi udah lama disini?” Tanya Raka cepat. “Oh, engga. Belum lama kok. Tapi bibi juga gak bisa lama-lama disini” “Loh kenapa bi? Menginap aja disini” pinta Raka kepada bibinya. “Bukan bibi yang menginap disini, tapi Susan. Dia yang akan tinggal sementara disini.” “Kenapa gadis ini bi” “Memangnya aku mau tinggal serumah sama kamu!” timpal Susan karena kesal tidak di perhatikan Raka. “Sudah jangan membantah. Ini perintah ayahmu Raka.” “Jadi begitu. Aku rasa aku tak punya pilihan lain.” Susan yang sangat kesal, kembali menampar Raka, tetapi kini bagian pipinya yang lain. Alhasil kedua pipi raka terlihat seperti dihinggapi dua ekor kupu-kupu berwarna merah “Susan, kamu engga boleh begitu sama Raka.” “Aku terlanjur kesal bu.” “Lihat bi. Inilah kenapa aku tidak ingin dia yang menginap disini.” Jawab Raka sambil menunjuk tajam kearah Susan.
Tiba-tiba terdengar suara teriakan dari arah depan. “Ada apa disana.” ucap Raka cemas. “Biar bibi periksa. Kamu dan Susan bersembunyilah. Kalau bibi tidak kembali lagi, pergilah dan bawa ini. Untukmu Susan, simpan benda yang kau ambil tadi dan jangan sampai hilang. Oke?” “eh. Eng, iya bu. Baiklah” “Satu lagi, jikalau ibu tidak kembali pergunakanlah benda itu untuk melindungi kalian. Nah sekarang kalian cepat sembunyi” Cindy segera keluar dari kamar Raka, Raka dan juga Susan segera bersembunyi di dalam lemari baju Raka.
Raka dan Susan tampak takut, sangat takut sampai-sampai darah mereka mengalir deras menuju kepala dan detak jantung mereka berdetak cepat seperti ingin memburu mangsa. Nafas mereka bergerak tidak wajar, mereka saling berlomba menghirup oksigen yang terbatas di dalam lemari. “Dorr…” suara tembakan terdengar hingga ke kamar Raka. Ketakutan mereka makin menjadi-jadi. Terdengar langkah kaki mendekat menuju mereka berdua dan secara kebetulan sesuatu terjadi…
TO BE CONTINUED...
Raka mulai sadar dari tidurnya. Melihat ada seorang gadis memasuki kamarnya, sontak Raka pun melempar guling yang sedari tadi ada di tangannya. Dan guling itu tepat mengenai sasaran “Hei, sakit tau.” “Sedang apa kau disini?” Tanya Raka bingung. “Sedang apa? Tentu saja merawatmu. Memangnya apa?” dengan nada sedikit marah, Susan mengembalikan guling yang mengenainya itu menuju ke tempat Raka berbaring dan… plakk, suara tamparan Susan sangat keras hingga membuat tanda merah di pipi kanan Raka. “Hey… ada apa denganmu sebenarnya?” “Kau yang ada apa. Sudah kutolong bukannya bilang terima kasih, malah melempar guling. Ngajak berantem?” “Kau pikir aku takut huh!.” Pipi Raka terlihat kemerahan. Bukan karena habis di tampar, tetapi ruam di pipinya yang menyerupai kupu-kupu itu mulai tampak jelas setelah tamparan Susan mengenai pipinya itu.
“Kau membuatku marah . Sekarang aku tidak segan-segan untuk menyakitimu.” raka terlihat serius dengan ucapannya itu. saat ia ingin turun dari kasur. Cindy sudah berada di pintu kamar raka. Iapun segera memeluk raka untuk membuatnya tenang “Sudah raka. Tenanglah.” “Eh… bibi Cindy. Sedang apa bibi disini?” Tanya raka bingung, setelah sekejap melihat bibinya memeluk dan berkata kepadanya. Kemarahan rakapun meredam karena kedatangan cindy.
“Kebetulan bibi ingin berkunjung kemari. Nah kenalkan ini Susan, anak bibi. Dan bibi harap kalian bisa akur ya” sambil tersenyum, Cindy melepaskan pelukannya dari Raka. “Jadi gadis ini anak bibi. Kenapa bibi tidak cerita sebelumnya?” ucap raka datar. “Bibi sengaja ingin membuat surprize buat keponakan bibi ini.” Jawab Cindy sambil membelai kepala Raka dan tersenyum kepadanya.
“Bibi udah lama disini?” Tanya Raka cepat. “Oh, engga. Belum lama kok. Tapi bibi juga gak bisa lama-lama disini” “Loh kenapa bi? Menginap aja disini” pinta Raka kepada bibinya. “Bukan bibi yang menginap disini, tapi Susan. Dia yang akan tinggal sementara disini.” “Kenapa gadis ini bi” “Memangnya aku mau tinggal serumah sama kamu!” timpal Susan karena kesal tidak di perhatikan Raka. “Sudah jangan membantah. Ini perintah ayahmu Raka.” “Jadi begitu. Aku rasa aku tak punya pilihan lain.” Susan yang sangat kesal, kembali menampar Raka, tetapi kini bagian pipinya yang lain. Alhasil kedua pipi raka terlihat seperti dihinggapi dua ekor kupu-kupu berwarna merah “Susan, kamu engga boleh begitu sama Raka.” “Aku terlanjur kesal bu.” “Lihat bi. Inilah kenapa aku tidak ingin dia yang menginap disini.” Jawab Raka sambil menunjuk tajam kearah Susan.
Tiba-tiba terdengar suara teriakan dari arah depan. “Ada apa disana.” ucap Raka cemas. “Biar bibi periksa. Kamu dan Susan bersembunyilah. Kalau bibi tidak kembali lagi, pergilah dan bawa ini. Untukmu Susan, simpan benda yang kau ambil tadi dan jangan sampai hilang. Oke?” “eh. Eng, iya bu. Baiklah” “Satu lagi, jikalau ibu tidak kembali pergunakanlah benda itu untuk melindungi kalian. Nah sekarang kalian cepat sembunyi” Cindy segera keluar dari kamar Raka, Raka dan juga Susan segera bersembunyi di dalam lemari baju Raka.
Raka dan Susan tampak takut, sangat takut sampai-sampai darah mereka mengalir deras menuju kepala dan detak jantung mereka berdetak cepat seperti ingin memburu mangsa. Nafas mereka bergerak tidak wajar, mereka saling berlomba menghirup oksigen yang terbatas di dalam lemari. “Dorr…” suara tembakan terdengar hingga ke kamar Raka. Ketakutan mereka makin menjadi-jadi. Terdengar langkah kaki mendekat menuju mereka berdua dan secara kebetulan sesuatu terjadi…
TO BE CONTINUED...
Yume Chapter 1
Ini Fanfik inspirasi dari game alundra sama wild arms.
Judul: Yume by Yuuki Kazemaru aka Taichun
Genre: Fantasy, Action, comedy
gomen klo banyak typo, bahasa rancu, jalan cerita ga nyambung dan merusak imajenasi. selamat menikmati XD
“Otsukaresama deshita. Akhirnya pekerjaan kita selesai Shin.” Ujarku ke Shin Kera peiharaanku yang sejak kecil menemaniku.
“Alundra!! Jika sudah selesai cepat temui suamiku!!” teriak seorang wanita paruh baya yang biasa dipanggil Bu Mayor.
“Hai’… aku segera kesana..” sahutku yang langsung melangkahkan kakiku beranjak dari gudang menuju lantai 2, dimana suami Bu Mayor sudah menungguku.
Langkah demi langkah aku jejaki anak tangga menuju lantai 2. Terdengar sayup-sayup suara teriakan diruang yang akan kutuju.
“Mayor, apa yang haru kita lakukan.? Kondisi Kakek Fujimaru semakin memperihatinkan. Apakah harus kita bawa ke Kota sebelah untuk perawatan? Disana lebih lengkap alat untuk merawat Kakek Fujimaru.” Terdengar samar-samar seorang laki-laki berbicara kepada Mayor ketika aku sudah berada didepan pintu ruangan yang aku tuju.
Aku mengetuk beberapa kali pintu itu. Took!! Tok! Tookkk!! “Permisi.. maaf mengganggu.” Ujarku. Seketika keributan didalam berubah menjadi sunyi. Lalu terdengar suara teriakan.
“Masuk laah nakk!! Ak sudah menunggumu.” Aku pun memegang gagang pintu dan memutarnya kekiri dan mendorong pintu itu yang seketika terlihat pria agak gempal dan berkumis yang melingkari bibir atasnya. Dengan senyum yang melingkar dia menyuruhku masuk seraya telapak tangan kanannya terbuka seolah menunjuk sebuah kursi untuk duduk. Aku menghampiri sambil menoleh kearah kiri, terlihat seorang pria muda memejamkan mata dan menyilangkan tangannya di dadanya. Senyum kecut terlengkung diwajahnya. Aku pun hanya bias membalas senyum kecutnya dengan senyum lagi.
“Alundra bagaimana keadaanmu?” ujarnya sambil menaruh genggaman kedua tangannya di meja.
“Aku baik-baik saja. Masih belum cacat sedikitpun.” Jawabku sambil tersenyum lebar. :D
“Oya kamu sudah hampir dua bulan kerja disini ya. Bagaimana pekerjaanmu disini?” Tanya Mayor.
“Pekerjaannya lumayan menguras tenaga. Tapi lumayan lah untuk mengisi waktu. Ya kan Shin?” jawabku sambil menengok kearah Shin yang berengger di pundakku sedari tadi.. “uuuu aaakaaa” sahut Shin.
Mayor pun memalingkan tangan kanannya dari atas meja dan beranjak menuju laci meja. Menarik laci itu dan mengeluarkan sebuah amplop coklat. “ini bayaran untuk kerja kerasmu. Smoga kamu bias lebih giat lagi.” Ujar Mayor dengan senyum yang melengkung dibibirnya.
“Terima kasih banyak Mayor. Entah aku harus mengucapkan berapa terima kasih untuk membalasnya. Tanpa Mayor aku takan ada disini.” Ujarku sambil membungkukan badanku dikursi itu. Ucapan terima kasihku terus mengalir dalam hati. Jika saja Mayor tak menemukan ku di hutan, entah apa yang akan terjadi padaku. Mungkin aku sudah jadi makanan serigala-serigala lapar disana. Saat itu juga Mayor membawa ku ke kota kecil bernama Surf. Kota tenang yang dipenuhi penduduk yang ramah.
“Mandi dan beristirahatlah! Kau pasti sangat lelah.” Seru Mayor.
“Sekali lagi terima kasih” ujarku padanya. Aku langsung bangkit dari tempatku duduk. Melangkah menuju pintu. Ketika tangan kiriku hendak menyentuh gagang pintu, pintu membuka dan DUUAAAAKKK..!! aku terseret dibelakang pintu. Hidungku sedikit berdarah. Terdengar suara orang panik.
“MAYOORR.. GAWAT.!!!” Seorang pria berteriak.
“Tenangkan dirimu. Ada apa sebenarnya?” Tanya Mayor seketika.
“Cu..cucu Kakek Fujima..maru!! Mendengar rumor ka..kalau Green Berry bisa menyembuhkan penyakit Ka..kakeknya. Dan dia ne.nekat menuju Berry Ca..Cave. Goa keramat itu. Mayor tau kan apa yang akan terjadi bila buah itu dipetik.?” Nampak pria itu sangat panic terlihat dari ucapannya yang terbata-bata.
“Iya aku tau. Aku mengerti. Aku akan kirim orang untuk menjemputnya sebelum dia memetiknya.” Ujar Mayor tenang.
Mayor adalah walikota paling bijak yang pernah kutemui. Dia sangat tenang dalam keadaaan apapun. Bahkan keadaan panik seperti saat ini.
Aku mendorong pintu yang menghimpitku dan mengajukan diri untuk melakukan tugas itu.
“Aku sendiri yang akan pergi kesana. Aku akan menjemputnya.” Tegasku.
“Apa kau yakin Alundra?” Tanya Mayor.
Terdengar bisikan dari pria yang sedari tadi diam dan menyilangkan tangannya di dada “anak baru yang sok pahlawan.”
“Aku yakin.. Aku pasti akan membawa anak itu kembali.!” Ujarku seraya mengangkat genggaman tanyanku sejajar dengan bahu.
“Baiklah Alundra aku dan beberapa warga akan mengantarkanmu ke depan mulut goa itu.” Mayor beranjak dari kursinya menuju sebuah pedang perak yang dipajang di samping rak buku yang terlihat sedikit berdebu.
“Kita sudah dekat.” Ujar seorang pria kurus berkumis tipis dengan wajah agak pucat karena mungkin sedikit ketakutan.
Langkah demi langkah kami telusuri sore itu. Langit pun mulai berubah kemerahan. Tak beberapa lama melangkah, kami sampai di sebuah lubang yang lebar menganga sekitar 10-12 meter diameter lubang itu. Kami berhenti di depan goa itu. Dengan sedikit bergidig karena aura mencekam keluar dari goa itu
“Baiklah. Aku akan masuk.” Ucapku mengumpulkan keberanian.
“Baiklah Alundra, ini terima lah.” Mayor menyodorkan Sebilah pedang yang sedari tadi disematkan dipunggungnya.
“hati-hati. Disana mungkin banyak bahaya yang menghadangmu. Dan pastikan kau kembali bersamanya dengan selamat.” Lanjut Mayor.
“Baik Mayor terimakasih.” Aku mengambil pedang itu dan mengalungkan ke punggungku.
Lelaki kurus tadi menyalakan sebuah obor untuk pencahayaan didaalam goa nanti dan langsung menyodorkan obor itu kepadaku. Aku menerima obor itu dan jalan menuju goa itu. “Ittekimmasu!!” seruku ke semua orang disana.
Hanya ditemani obor dan Shin sahabat, ku aku jalan menuju sebuah tempat yang asing. Belum sekalipun aku masuk ke goa yang gelap seperti ini.
“Shin apa kau takut?” Tanyaku.
“uuukuu aaa aa” jawab Shin seolah berbicara ia takut.
“Aku juga. Sedikit takut.”
Langkah demi langkah aku telusuri, tiba-tiba.. KREEEKK… Sebuah benda seperti patah di kaki ku saat aku menginjaknya. ‘apa itu?’ hati ku spontan berfikir seperti itu. aku menunduk pelan karena sedikit takut.
“Hai bung, kau mematahkan jariku.”
AAAAAAAAAAAAAARRRRRGGGHHH.!!!!!!!
Aku dan Shin menjerit sejadi-jadinya. Melihat tengkorak dan kerangka manusia berbicara padaku.. aku lari tak melihat kebelakang lagi.
“hei tunggu. Aku tak bermaksud menakutimu.” Terdengar suara sayup-sayup dari tengkorak itu saat aku berlari.
DUUUAAAKKK!!!!
Aku menabrak dinding goa dan pingsan seketika.. beberapa menit aku pingsan. Aku melihat Shin menarik-narik kerah baju ku. Aku tersadar dengan kepala sakit. Mungkin efek terbentur tadi.
“Shin ini dimana?” aku membuka mata sambil mengelus dahi. “ii…iitee..ttee..”
“uuuaaa uu aaa” Jawab Shin seraya berkata ‘kita sedang di goa’. Aku baru ingat tadi ada tengkorak berbicara. Aku mulai merinding lagi saat mengigat kejadian tadi.
“Ayo Shin kita cepat temukan anak itu. kita tak punya waktu untuk bersantai.” Ujar ku pasa Shin. Aku mulai bangkit dan Shin memanjat menuju kearah bahu ku.
Beberapa saat aku melangkahkan kaki ku. Terdengar suara erangan anak kecil seperti sedang mendorong sesuatu.. eerrrrgggghhh!!!! Eerrgghh!!
Aku mulai berlari menuju sumber suara itu. aku sampai di sebuah ruangan yang cukup luas dengan obor api disetiap sudut ruangan. Seorang anak sedang mendorong sebuah pintu yang terlihat terkunci.
“Heii.. Bocah. Ditempat seperti ini apa yang kau lakukan.?” Tanya ku.
“apa kau tak bisa melihat apa yang kulakukan?” dia bertanya balik.
“ohh.. souka.. kau Fuyumaru kan.?” Tanya ku lagi. Sambil menyandarkan tubuh ke dinding dan duduk bersila.
“Iyaa.. jangan berisik anak baru.!!” Jawabnya ketus.
“aku tak akan menggangumu kok. Aku hanya diberi tugas mengawasi bocah disini.” Balas ku dengan sedikit ketus juga.
“Siapa yang kau sebut bocah! Haaah!” anak itu berbalik kearah ku dan berhenti mendorong pintu itu sambil memandangku dengan penuh amarah.
“jyoudan da yo. Aku hanya bercanda. Lakukan sesukamu. Aku hanya akan mengawasimu.” Sahut ku.
Seketika terdengar suara erangan binatang. Tak hanya satu. Mungkin ada tiga. Cahaya dan suara teriakan anak tadi memancing binatang itu untuk menghampiri kami. Pasti mereka sangat lapar.
“hoy bocah. Prasaanku tak enak. Ayo cepat selesaikan pekerjaanmu dan keluar dari sini.!”
“Berisiik!! Aku akan keluar bila sudah kudapatkan Green Berry.
Beberapa sosok bayangan muncul, mungkin itu sumber suara raungan binatang-binatang lapar tadi. Ternyata serigala goa yang terkenal ganas dan berbahaya karena liurnya sangat berbisa. Dengan beberapa menit saja kau bisa mati dengan setetes ‘bisa’ itu.
Aku bangun dan menarik pedang dari sarungnya. Terdengar suara pedang yang bersentuhan dengan sarungnya. Sriinnggg!!
Aku menyiapkan kuda-kuda sambil mengarahkan pedang kearah serigala goa itu. berjalan menghampiri anak itu untuk melindunginya.
Terlihat ada tiga serigala yang menghampiri kami. Satu serigala berlari menerjang kami, aku menarik pedang dan mengayunkan kearah kiri. Serigala itu terlempar karena tepat di lehernya aku mengenainya. Dua serigala lain berjalan pelan menuju sisi kanan ku. Tak lama salah satu dari mereka menerjangku. Aku menahan dengan pedang dan aku terlempar di sisi kiri..
Aaarrrgghh!!.. SIAALAAN KAUU!!!.. Shin berusaha lari menuju Fuyumaru dan menaiki pundaknya.
Aku balik mendorong dan menebasnya dengan pedang ku ketika ada sedikit jarak dari doronganku. Aku melihat Fuyumaru ketakutan. Salah satu dari serigala itu menerjang na. aku berlari dan melompat menuju Fuyumaru. Aku terbang menangkap Fuyumaru tapi lengan kananku tergores gigi dari serigala itu. AAARRGGHH!!! Eranganku saat tergores taring serigala dan melukai lengan kananku. Aku menebas Serigala itu saat masih terjun bebas diudara dengan pedang ditangan kiriku. Dan…
BRUUAAAAKKKK!!!!
Aku berputar dan punggungku menghantam pintu yang terkunci itu. seketika pintu itu terjebol. Terlihat cahaya terang yang menerangi sebuah tanaman kecil yang dikelilingi genangan air dari air terjun kecil dibelakangnya. Tepat diblakang pohon itu terlihat seperti prasasti. Entah apa tulisannya aku tak mengeti.
“Apa buah itu yang kau cari, hei bocah?” tanyaku pelan dalam keadaan tertidur dan masih memeluk Fuyumaru.
“hhuu umm.” Jawabnya singkat seperi nada bersalah.
“apa itu bisa menyembuhkan kakekmu?” tanyaku lagi.
“Seperti yang di ceritakan rumor, mungkin bisa.”
“baiklah ayo kita ambil.” Aku bangun dan melangkah menuju buah itu. sambil memegangi lenganku yang terluka. Disambut Shin yang langsung menaiki pundakku.
Aku melihat buah kecil-kecil berwarna hijau. Hanya ada 3 buah. Aku memetiknya dan melangkah menuju Fuyumaru.
Baru saja 5 langkah gempa kecil terjadi.
“Apa yang terjadi..?” Tanya ku.
SUZUKU :v
Judul: Yume by Yuuki Kazemaru aka Taichun
Genre: Fantasy, Action, comedy
gomen klo banyak typo, bahasa rancu, jalan cerita ga nyambung dan merusak imajenasi. selamat menikmati XD
“Otsukaresama deshita. Akhirnya pekerjaan kita selesai Shin.” Ujarku ke Shin Kera peiharaanku yang sejak kecil menemaniku.
“Alundra!! Jika sudah selesai cepat temui suamiku!!” teriak seorang wanita paruh baya yang biasa dipanggil Bu Mayor.
“Hai’… aku segera kesana..” sahutku yang langsung melangkahkan kakiku beranjak dari gudang menuju lantai 2, dimana suami Bu Mayor sudah menungguku.
Langkah demi langkah aku jejaki anak tangga menuju lantai 2. Terdengar sayup-sayup suara teriakan diruang yang akan kutuju.
“Mayor, apa yang haru kita lakukan.? Kondisi Kakek Fujimaru semakin memperihatinkan. Apakah harus kita bawa ke Kota sebelah untuk perawatan? Disana lebih lengkap alat untuk merawat Kakek Fujimaru.” Terdengar samar-samar seorang laki-laki berbicara kepada Mayor ketika aku sudah berada didepan pintu ruangan yang aku tuju.
Aku mengetuk beberapa kali pintu itu. Took!! Tok! Tookkk!! “Permisi.. maaf mengganggu.” Ujarku. Seketika keributan didalam berubah menjadi sunyi. Lalu terdengar suara teriakan.
“Masuk laah nakk!! Ak sudah menunggumu.” Aku pun memegang gagang pintu dan memutarnya kekiri dan mendorong pintu itu yang seketika terlihat pria agak gempal dan berkumis yang melingkari bibir atasnya. Dengan senyum yang melingkar dia menyuruhku masuk seraya telapak tangan kanannya terbuka seolah menunjuk sebuah kursi untuk duduk. Aku menghampiri sambil menoleh kearah kiri, terlihat seorang pria muda memejamkan mata dan menyilangkan tangannya di dadanya. Senyum kecut terlengkung diwajahnya. Aku pun hanya bias membalas senyum kecutnya dengan senyum lagi.
“Alundra bagaimana keadaanmu?” ujarnya sambil menaruh genggaman kedua tangannya di meja.
“Aku baik-baik saja. Masih belum cacat sedikitpun.” Jawabku sambil tersenyum lebar. :D
“Oya kamu sudah hampir dua bulan kerja disini ya. Bagaimana pekerjaanmu disini?” Tanya Mayor.
“Pekerjaannya lumayan menguras tenaga. Tapi lumayan lah untuk mengisi waktu. Ya kan Shin?” jawabku sambil menengok kearah Shin yang berengger di pundakku sedari tadi.. “uuuu aaakaaa” sahut Shin.
Mayor pun memalingkan tangan kanannya dari atas meja dan beranjak menuju laci meja. Menarik laci itu dan mengeluarkan sebuah amplop coklat. “ini bayaran untuk kerja kerasmu. Smoga kamu bias lebih giat lagi.” Ujar Mayor dengan senyum yang melengkung dibibirnya.
“Terima kasih banyak Mayor. Entah aku harus mengucapkan berapa terima kasih untuk membalasnya. Tanpa Mayor aku takan ada disini.” Ujarku sambil membungkukan badanku dikursi itu. Ucapan terima kasihku terus mengalir dalam hati. Jika saja Mayor tak menemukan ku di hutan, entah apa yang akan terjadi padaku. Mungkin aku sudah jadi makanan serigala-serigala lapar disana. Saat itu juga Mayor membawa ku ke kota kecil bernama Surf. Kota tenang yang dipenuhi penduduk yang ramah.
“Mandi dan beristirahatlah! Kau pasti sangat lelah.” Seru Mayor.
“Sekali lagi terima kasih” ujarku padanya. Aku langsung bangkit dari tempatku duduk. Melangkah menuju pintu. Ketika tangan kiriku hendak menyentuh gagang pintu, pintu membuka dan DUUAAAAKKK..!! aku terseret dibelakang pintu. Hidungku sedikit berdarah. Terdengar suara orang panik.
“MAYOORR.. GAWAT.!!!” Seorang pria berteriak.
“Tenangkan dirimu. Ada apa sebenarnya?” Tanya Mayor seketika.
“Cu..cucu Kakek Fujima..maru!! Mendengar rumor ka..kalau Green Berry bisa menyembuhkan penyakit Ka..kakeknya. Dan dia ne.nekat menuju Berry Ca..Cave. Goa keramat itu. Mayor tau kan apa yang akan terjadi bila buah itu dipetik.?” Nampak pria itu sangat panic terlihat dari ucapannya yang terbata-bata.
“Iya aku tau. Aku mengerti. Aku akan kirim orang untuk menjemputnya sebelum dia memetiknya.” Ujar Mayor tenang.
Mayor adalah walikota paling bijak yang pernah kutemui. Dia sangat tenang dalam keadaaan apapun. Bahkan keadaan panik seperti saat ini.
Aku mendorong pintu yang menghimpitku dan mengajukan diri untuk melakukan tugas itu.
“Aku sendiri yang akan pergi kesana. Aku akan menjemputnya.” Tegasku.
“Apa kau yakin Alundra?” Tanya Mayor.
Terdengar bisikan dari pria yang sedari tadi diam dan menyilangkan tangannya di dada “anak baru yang sok pahlawan.”
“Aku yakin.. Aku pasti akan membawa anak itu kembali.!” Ujarku seraya mengangkat genggaman tanyanku sejajar dengan bahu.
“Baiklah Alundra aku dan beberapa warga akan mengantarkanmu ke depan mulut goa itu.” Mayor beranjak dari kursinya menuju sebuah pedang perak yang dipajang di samping rak buku yang terlihat sedikit berdebu.
“Kita sudah dekat.” Ujar seorang pria kurus berkumis tipis dengan wajah agak pucat karena mungkin sedikit ketakutan.
Langkah demi langkah kami telusuri sore itu. Langit pun mulai berubah kemerahan. Tak beberapa lama melangkah, kami sampai di sebuah lubang yang lebar menganga sekitar 10-12 meter diameter lubang itu. Kami berhenti di depan goa itu. Dengan sedikit bergidig karena aura mencekam keluar dari goa itu
“Baiklah. Aku akan masuk.” Ucapku mengumpulkan keberanian.
“Baiklah Alundra, ini terima lah.” Mayor menyodorkan Sebilah pedang yang sedari tadi disematkan dipunggungnya.
“hati-hati. Disana mungkin banyak bahaya yang menghadangmu. Dan pastikan kau kembali bersamanya dengan selamat.” Lanjut Mayor.
“Baik Mayor terimakasih.” Aku mengambil pedang itu dan mengalungkan ke punggungku.
Lelaki kurus tadi menyalakan sebuah obor untuk pencahayaan didaalam goa nanti dan langsung menyodorkan obor itu kepadaku. Aku menerima obor itu dan jalan menuju goa itu. “Ittekimmasu!!” seruku ke semua orang disana.
Hanya ditemani obor dan Shin sahabat, ku aku jalan menuju sebuah tempat yang asing. Belum sekalipun aku masuk ke goa yang gelap seperti ini.
“Shin apa kau takut?” Tanyaku.
“uuukuu aaa aa” jawab Shin seolah berbicara ia takut.
“Aku juga. Sedikit takut.”
Langkah demi langkah aku telusuri, tiba-tiba.. KREEEKK… Sebuah benda seperti patah di kaki ku saat aku menginjaknya. ‘apa itu?’ hati ku spontan berfikir seperti itu. aku menunduk pelan karena sedikit takut.
“Hai bung, kau mematahkan jariku.”
AAAAAAAAAAAAAARRRRRGGGHHH.!!!!!!!
Aku dan Shin menjerit sejadi-jadinya. Melihat tengkorak dan kerangka manusia berbicara padaku.. aku lari tak melihat kebelakang lagi.
“hei tunggu. Aku tak bermaksud menakutimu.” Terdengar suara sayup-sayup dari tengkorak itu saat aku berlari.
DUUUAAAKKK!!!!
Aku menabrak dinding goa dan pingsan seketika.. beberapa menit aku pingsan. Aku melihat Shin menarik-narik kerah baju ku. Aku tersadar dengan kepala sakit. Mungkin efek terbentur tadi.
“Shin ini dimana?” aku membuka mata sambil mengelus dahi. “ii…iitee..ttee..”
“uuuaaa uu aaa” Jawab Shin seraya berkata ‘kita sedang di goa’. Aku baru ingat tadi ada tengkorak berbicara. Aku mulai merinding lagi saat mengigat kejadian tadi.
“Ayo Shin kita cepat temukan anak itu. kita tak punya waktu untuk bersantai.” Ujar ku pasa Shin. Aku mulai bangkit dan Shin memanjat menuju kearah bahu ku.
Beberapa saat aku melangkahkan kaki ku. Terdengar suara erangan anak kecil seperti sedang mendorong sesuatu.. eerrrrgggghhh!!!! Eerrgghh!!
Aku mulai berlari menuju sumber suara itu. aku sampai di sebuah ruangan yang cukup luas dengan obor api disetiap sudut ruangan. Seorang anak sedang mendorong sebuah pintu yang terlihat terkunci.
“Heii.. Bocah. Ditempat seperti ini apa yang kau lakukan.?” Tanya ku.
“apa kau tak bisa melihat apa yang kulakukan?” dia bertanya balik.
“ohh.. souka.. kau Fuyumaru kan.?” Tanya ku lagi. Sambil menyandarkan tubuh ke dinding dan duduk bersila.
“Iyaa.. jangan berisik anak baru.!!” Jawabnya ketus.
“aku tak akan menggangumu kok. Aku hanya diberi tugas mengawasi bocah disini.” Balas ku dengan sedikit ketus juga.
“Siapa yang kau sebut bocah! Haaah!” anak itu berbalik kearah ku dan berhenti mendorong pintu itu sambil memandangku dengan penuh amarah.
“jyoudan da yo. Aku hanya bercanda. Lakukan sesukamu. Aku hanya akan mengawasimu.” Sahut ku.
Seketika terdengar suara erangan binatang. Tak hanya satu. Mungkin ada tiga. Cahaya dan suara teriakan anak tadi memancing binatang itu untuk menghampiri kami. Pasti mereka sangat lapar.
“hoy bocah. Prasaanku tak enak. Ayo cepat selesaikan pekerjaanmu dan keluar dari sini.!”
“Berisiik!! Aku akan keluar bila sudah kudapatkan Green Berry.
Beberapa sosok bayangan muncul, mungkin itu sumber suara raungan binatang-binatang lapar tadi. Ternyata serigala goa yang terkenal ganas dan berbahaya karena liurnya sangat berbisa. Dengan beberapa menit saja kau bisa mati dengan setetes ‘bisa’ itu.
Aku bangun dan menarik pedang dari sarungnya. Terdengar suara pedang yang bersentuhan dengan sarungnya. Sriinnggg!!
Aku menyiapkan kuda-kuda sambil mengarahkan pedang kearah serigala goa itu. berjalan menghampiri anak itu untuk melindunginya.
Terlihat ada tiga serigala yang menghampiri kami. Satu serigala berlari menerjang kami, aku menarik pedang dan mengayunkan kearah kiri. Serigala itu terlempar karena tepat di lehernya aku mengenainya. Dua serigala lain berjalan pelan menuju sisi kanan ku. Tak lama salah satu dari mereka menerjangku. Aku menahan dengan pedang dan aku terlempar di sisi kiri..
Aaarrrgghh!!.. SIAALAAN KAUU!!!.. Shin berusaha lari menuju Fuyumaru dan menaiki pundaknya.
Aku balik mendorong dan menebasnya dengan pedang ku ketika ada sedikit jarak dari doronganku. Aku melihat Fuyumaru ketakutan. Salah satu dari serigala itu menerjang na. aku berlari dan melompat menuju Fuyumaru. Aku terbang menangkap Fuyumaru tapi lengan kananku tergores gigi dari serigala itu. AAARRGGHH!!! Eranganku saat tergores taring serigala dan melukai lengan kananku. Aku menebas Serigala itu saat masih terjun bebas diudara dengan pedang ditangan kiriku. Dan…
BRUUAAAAKKKK!!!!
Aku berputar dan punggungku menghantam pintu yang terkunci itu. seketika pintu itu terjebol. Terlihat cahaya terang yang menerangi sebuah tanaman kecil yang dikelilingi genangan air dari air terjun kecil dibelakangnya. Tepat diblakang pohon itu terlihat seperti prasasti. Entah apa tulisannya aku tak mengeti.
“Apa buah itu yang kau cari, hei bocah?” tanyaku pelan dalam keadaan tertidur dan masih memeluk Fuyumaru.
“hhuu umm.” Jawabnya singkat seperi nada bersalah.
“apa itu bisa menyembuhkan kakekmu?” tanyaku lagi.
“Seperti yang di ceritakan rumor, mungkin bisa.”
“baiklah ayo kita ambil.” Aku bangun dan melangkah menuju buah itu. sambil memegangi lenganku yang terluka. Disambut Shin yang langsung menaiki pundakku.
Aku melihat buah kecil-kecil berwarna hijau. Hanya ada 3 buah. Aku memetiknya dan melangkah menuju Fuyumaru.
Baru saja 5 langkah gempa kecil terjadi.
“Apa yang terjadi..?” Tanya ku.
SUZUKU :v
Langganan:
Postingan (Atom)